TEMPO.CO, Jakarta - Analis pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mendesak pemerintah untuk menetapkan batasan yang pas sebelum menerapkan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) telepon seluler (ponsel).
Menurut dia, dengan indeks harga dan daya beli masyarakat saat ini, PPnBM hanya bisa dikenakan pada ponsel dengan harga di atas Rp 10 juta. "Untuk ponsel, harga tersebut bisa dibilang mewah dan eksklusif pada saat ini," katanya kepada Tempo, Selasa, 8 April 2014. (Baca: Ponsel di Bawah Rp 5 Juta Bakal Kena Pajak Barang Mewah).
Prastowo mengatakan kriteria barang mewah yang akan dikenai PPnBM selalu menjadi bahan perdebatan karena standarnya tidak jelas. Dia mempersoalkan rencana pemerintah yang sebelumnya akan menerapkan PPnBM untuk jenis smartphone atau ponsel pintar. Smartphone didefinisikan sebagai ponsel yang diperkaya fitur kecerdasan buatan seperti komputer dan bisa digunakan untuk akses data Internet. "Tapi, kan, kini semua ponsel sudah menjadi smartphone, jadi apa yang mewah," ujarnya.
Kini pemerintah berencana mengenakan PPnBM untuk ponsel seharga Rp 5 juta ke bawah. Menurut Prastowo, kebijakan ini pun salah kaprah karena batasan harga tersebut belum masuk kriteria mewah. "Ini akan mengganggu hak konsumen untuk mendapatkan barang bagus dengan harga yang murah," katanya. (Baca: Smartphone Kena Pajak Barang Mewah, Ini Syaratnya).
Pada Senin, 7 April 2014, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan PPnBM bisa dikutip untuk produk smartphone dengan batas harga Rp 5 juta ke bawah. Menurut dia, masyarakat tak akan terbebani dengan penambahan harga jual akibat pengenaan pajak barang mewah ini. "Hal ini pun bertujuan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri," katanya. (Baca: Ini Hambatan Indonesia Bikin HP dan Tablet Sendiri)
Menteri Perindustrian Muhammad Soleman Hidayat mengatakan pengenaan PPnBM untuk semua jenis ponsel bisa memberikan kesempatan pada industri dalam negeri untuk tumbuh. Saat ini, kata dia, ada empat produsen ponsel domestik. "Pajak ini menjadi insentif supaya ada kesempatan untuk bertumbuh," ujarnya. (Baca: Kenapa Industri Ponsel Lokal Sulit Berkembang?).
Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding
45 hari lalu
Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding
Rafael Alun Trisambodo, bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dalam putusan banding tetap menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta.
DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya
5 Januari 2024
DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya
DJP Kemenkeu mencatat telah memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik alias pajak digital sebesar Rp 16,9 triliun pada akhir 2023.