Suap Bea-Cukai, Siasati Kelonggaran di Perbatasan
Editor
Akbar Tri Kurniawan
Senin, 27 Januari 2014 17:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penetapan Hendrianus Langen Projo, Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Bea-Cukai Riau dan Sumatera Barat, sebagai tersangka oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia mengungkap modus permainan petugas pabean nakal di wilayah perbatasan Indonesia. Langen ditetapkansebagai tersangka atas dugaan menerima gratifikasi saat menjabat Kepala Pengawasan dan Pelayanan Bea-Cukai di Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat--wilayah perbatasan dengan Malaysia. Polisi juga menetapkan status tersangka terhadap Heri Liwoto, pemilik perusahaan ekspedisi PT Kencana Lestari.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan praktek lancung Langen dan Heri diduga memanfaatkan perjanjian Indonesia dan Malaysia perihal kawasan perbatasan. Warga Entikong yang mengantongi Kartu Identitas Lintas Batas (KILB) berhak mengimpor barang dari Malaysia maksimal 600 ringgit, atau sekitar Rp 2,28 juta per bulan. "Pakai KILB tidak dipungut biaya," katanya kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Namun, di lapangan, barang yang jelas-jelas bernilai di atas 600 ringgit melewati perbatasan tanpa membayar bea masuk dan tarif lain. Pegawai pabean nakal menerapkan jalan pintas dengan memungut ongkos. "Ada yang memungut Rp 20 juta per kontainer, dan Rp 500-700 ribu untuk kendaraan lebih kecil," ujar Komisaris Besar Agung Setya, ketua tim penyidik perkara Langen. (Baca: Bos Bea Cukai Terseret Kasus Suap Anak Buahnya).
Arief mengatakan modus memanfaatkan KILB di Entikong digunakan untuk mengimpor barang ilegal dari Cina. Importir nakal menjaring konsumennya di Jakarta. Importir ini lalu mengimpor barang sesuai pesanan dari Cina. Kontainer dari Cina akan berlabuh di Pelabuhan Kuching, Malaysia. Lalu kontainer ditarik menuju Tebedu, daerah yang berbatasan dengan Entikong, Indonesia.
Di Tebedu, truk atau pikap milik perusahaan ekspedisi yang disewa importir telah menunggu. Mereka mengangkut barang impor melewati perbatasan tanpa pemeriksaan ketat, menuju Pontianak. Barang-barang itu lolos sebab dianggap barang bawaan warga pemilik KILB. Setibanya di Pontianak, barang dipindahkan lagi ke kontainer dan diangkut mengarungi Laut Jawa menuju Jakarta. "Di Jakarta tak diperiksa karena status pengirimannya domestik," kata Arief. (Baca: Pengusaha Ini Diduga di Balik Suap Bea Cukai)
Modus itu diduga dilakukan Heri yang terendus memasukkan barang berupa gula, mebel, dan alat pertukangan. Dari bisnisnya ini, Heri diduga membelikan Langen kendaraan Harley Davidson untuk Langen dan mengucurkan uang pelicin untuk Syafruddin, Kepala Seksi Kepabeanan Bea-Cukai Entikong, yang terlebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Sanggau. (Baca pula: Suap di Bea Cukai, Kubu STAN vs Non-STAN Meruncing).
Selengkapnya baca "Harley Davidson Perusahaan Famili" di majalah Tempo, terbit Senin, 27 Januari 2014.
AKBAR TRI KURNIAWAN
Berita Terpopuler
Cuit Anas Urbaningrum: Demokrat Ganti Ketua Umum
Irfan Bachdim Resmi Gabung Klub Jepang
Survei: PDIP Tak Usung Jokowi, Prabowo Menang
Arthur Irawan Bergabung ke Malaga