TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengusulkan pelaksanaan amendemen terbatas atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara atau Hilirisasi Minerba. "Paling tidak sebelum 12 Januari 2014 sudah terjadi perubahan agar ada ruang untuk diskusi lebih dalam," kata Yusril dalam Forum Dialog tentang Pelarangan Ekspor Mineral Mentah di Jakarta, Senin, 6 Januari 2014.
Yusril mengatakan, amendemen atas PP ini hanya perlu dilakukan pada Pasal 112 angka 4 huruf c. Pelonggaran ini diharapkan lebih adil, terutama bagi pengusaha tambang kecil pemilik izin usaha pertambangan (IUP). "Karena dampak serius ini ditanggung oleh pemegang IUP yang baru beberapa tahun melaksanakan usaha pertambangan, padahal negara harus membuat aturan yang adil bagi semua. "
Pelonggaran ini, menurut dia, juga dengan mempertimbangkan kepatuhan IUP untuk melaksanakan hilirisasi dan memulai pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Ia mengatakan, pembangunan smelter ini butuh investasi dari pinjaman bank. "Ini sudah berjalan. Kalau ekspor dilarang, potensi kredit macet terjadi, pembangunan pabrik pengolahan justru berhenti," ujarnya.
Pelaksanaan larangan ekspor bahan mentah mineral dan batu bara semestinya mulai berlaku pada 12 Januari mendatang. Pelaksanaan aturan ini diprotes oleh banyak kalangan industri tambang, terutama skala kecil-menengah, karena justru bakal mengancam kelangsungan usaha mereka.
Untuk itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil Yusril Ihza Mahendra untuk mengkaji pelaksanaan UU Minerba ini. Mantan Menteri Hukum dan HAM ini diminta mencari jalan keluar menghadapi tenggat waktu pelaksanaan UU Minerba, pekan depan.