183 Ton Produk Hortikultura Ilegal Dimusnahkan
Jumat, 1 Maret 2013 20:16 WIB
TEMPO.CO, Cilegon - Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok hari ini memusnahkan 183 ton produk hortikultura yang merupakan produk impor ilegal asal Cina. Pemusnahan dilakukan di pabrik Pengolah Limbah Wastek, Cilegon. "Produk ilegal ini merupakan hasil penangkapan Barantan dan Bea Cukai Tanjung Priok pada September 2012," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas Barantan, M.M. Eddy Purnomo, SE., MH, melalui rilis, Jumat, 1 Maret 2013.
Produk ilegal tersebut terdiri dari anggur sebanyak 117,2 ton, pir seberat 38,155 ton, dan wortel seberat 27,14 ton. Importasi dilakukan oleh tiga perusahaan yang berbeda, yaitu PT Lancar Maju Sejahtera dengan jumlah muatan sembilan kontainer, PT Jakamarintama dengan jumlah muatan tiga kontainer, dan PT. Karya Utama Persada Bersama dengan jumlah muatan satu kontainer.
Produk hortikultura ini dimusnahkan karena masuk ke Indonesia secara ilegal, yakni melanggar Peraturan Menteri Pertanian No. 42/Permentan/OT.140/6/2012 mengenai Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Buah Segar. Dalam regulasi tersebut, pelabuhan Tanjung Priok bukanlah pelabuhan masuk buah dan sayuran segar dari Cina. Tanjung Priok menjadi pelabuhan masuk hanya bagi produk hortikultura dari negara yang telah diakui sistem keamanan pangan segar.
Produk tersebut juga dianggap ilegal karena perusahaan pengimpor terbukti berupaya memanipulasi dokumen impor. "Dalam dokumen impor tertulis berupa wortel, namun setelah diperiksa oleh petugas karantina, di dalam kontainer terdapat anggur dan pir," kata Eddy.
Pemusnahan menggunakan metode pembakaran dengan suhu tinggi karena efektif dan efisien dalam memusnahkan media pembawa dalam jumlah besar. Metode pembakaran ini juga bisa membunuh organisme pengganggu tanaman karantina yang terbawa.
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Politik Ekonomi, Khudori, mengatakan bisa saja regulasi pengaturan impor hortikultura menjadi pemicu maraknya importasi ilegal. "Karena mereka sudah punya kontrak dengan supplier, lalu muncul kebijakan ini. Agar tidak rugi dan produk tidak rusak yang mereka melakukan praktek ilegal," katanya ketika dihubungi hari ini.
Ia mengatakan pemerintah seharusnya melakukan beberapa hal untuk mengurangi importasi ilegal. Pertama, mengefektifkan pengawasan pada lima pelabuhan masuk yang telah ditetapkan. "Pengawasan di pelabuhan-pelabuhan tikus juga harus dioptimalkan karena selama ini sulit sekali mengawasi," katanya.
Selain itu, Khudori mengatakan instansi terkait misalnya Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Dirjen Bea Cukai harus mensinkronisasi data. Ia mencontohkan data kuota impor yang dikeluarkan Kemendag atau Kementan seringkali tidak dijadikan acuan oleh Dirjen Bea Cukai yang bergerak di lapangan. "Kuota sekian tapi impor lebih dari itu," katanya.
ANANDA TERESIA