Pabrik Cerutu Tarumartani Digerojok Rp 12 Miliar
Editor
Sunu Dyantoro
Sabtu, 24 November 2012 06:34 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta menggerojok anggaran senilai Rp 12 miliar bagi salah satu Badan Usaha Milik Daerah Yogyakarta, Perusahaan Daerah Tarumartani, pada 2013. Penyertaan modal bagi perusahaan rokok yang berdiri sejak 1918 itu dilakukan untuk menyelamatkan aset perusahaan yang nyaris disita oleh bank. “Kami tidak akan membiarkan perusahaan bersejarah itu hancur, karena itu aset bernilai,” kata Ketua Komisi B DPRD DIY Gatot Setyo Soesilo, Jumat 23 November 2012.
Ia mengatakan Tarumartani, yang bergerak dalam perdagangan cerutu dan tembakau ekspor-impor, tengah menanggung utang bank senilai Rp 7,1 miliar. “Itu merupakan utang manajemen lama yang belum tuntas,” kata politikus Partai Demokrat itu. Akibatnya, hingga saat ini, sumbangsih Tarumartani dalam pendapatan asli daerah (PAD) tersedot habis untuk membayar utang agar aset tidak tersita.
Setiap bulan, kata Gatot, Tarumartani harus menyetor Rp 77 juta untuk melunasi utang. Hal ini membuat perusahaan tidak maksimal memutar modal di tengah kondisi pasar cerutu luar negeri yang memburuk.
Dari dokumen laporan keuangan yang diperoleh Tempo tentang perusahaan itu, tercatat laba bersih dan sumbangan PAD Tarumartani terus memburuk sepanjang tiga tahun terakhir. Misalnya, pada 2002, perusahaan masih mampu menorehkan laba bersih Rp 2,2 miliar dan menyumbang PAD senilai Rp 1,2 miliar. Perusahaan bahkan mencatat puncak tertinggi pencapaian laba bersih Rp 2,4 miliar pada 2003 dan menyumbang PAD Rp 1,3 miliar.
Namun, pada 2004, laba bersih perusahaan melorot tajam hingga Rp 1 miliar dengan sumbangan PAD Rp 590 juta. Puncak kolapsnya perusahaan yang diwajibkan menyumbang PAD 50 persen dari pendapatannya ini terjadi pada 2006. Saat itu, perusahaan merugi Rp 229 juta dan tak menyumbangkan PAD.
Selanjutnya, pada 2007-2009, Tarumartani mulai bangkit dengan perolehan laba rata-rata sekitar Rp 1 miliar. Tetapi kemudian kembali ambruk pada 2010-Juni 2012 dengan laba bersih di kisaran Rp 150 juta dan berakhir di angka Rp 58 juta. Turunnya laba bersih ini, kata Gatot, karena terbebani utang bank setiap bulan, sehingga hanya mampu menyumbang PAD sekitar Rp 30 juta di tahun ini. “Dengan penyertaan modal Rp 12 miliar, selain untuk menutupi utang bank, dipakai untuk revitalisasi aset. Kami ingin Tarumartani tak hanya menjadi sentra rokok, tapi juga sentra wisata heritage,” katanya.
Direktur Utama PD Tarumartani Abdul Nasir menuturkan perusahaan telah menanggung utang saat ia menjabat pada 2007. Saat ini, untuk bisa bangkit kembali, beberapa upaya yang dilakukan adalah memaksimalkan pasar dan memberdayakan aset wisata. “Kunjungan wisatawan, khususnya dari Eropa, cukup besar dan bisa dijadikan satu potensi tersendiri dengan menjadikan kawasan ini sebagai sentra bersejarah,” katanya kepada Tempo.
Selain itu, Tarumartani, yang saat ini mempekerjakan 250 karyawan, tidak akan melakukan perekrutan pegawai baru meski sebagian telah memasuki usia pensiun. “Jumlah ideal karyawan saat ini 160 orang, tapi kami tidak akan melakukan pemutusan hubungan kerja. Hanya menunggu habis masa pensiun, tapi tidak merekrut baru,” katanya.
PRIBADI WICAKSONO