TEMPO.CO, Semarang - Ketua Klaster Industri Pengolahan Pangan Kota Semarang Albert Marbun mengatakan, pelaku industri olahan pangan di daerah terancam kekuatan bisnis asal Malaysia. Sejumlah produk olahan pangan di daerah mulai dijual kembali oleh pengusaha asal Malaysia dengan harga yang lebih tinggi dan kemasan yang berbeda.
“Itu terjadi pada produk keripik singkong asal salah satu daerah di Yogyakarta,” kata Albert pada diskusi tentang penyerapan tenaga kerja dari sektor industri kreatif di Semarang, Kamis, 25 Oktober 2012.
Ia mengaku terpukul. Keripik yang sebelumnya dibeli ini dijual kembali di Jakarta dengan harga 10 kali lipat dibanding harga jual pelaku industri pengolahan langsung di daerah. “Padahal pengusaha Malaysia hanya mengganti kemasan yang kelihatan lebih menarik,” Albert menambahkan.
Albert enggan menyebutkan merek dagang dan daerah asal produsen yang telah dikuasai oleh pengusaha Malaysia itu. Meski begitu, ia menekankan, sikap pemborongan salah satu hasil industri pengolahan pangan asal daerah ini akan mengancam industri yang sama. “Sebab, merek dagang telah dikuasai oleh Malaysia sejak awal.”
Menurut Albert, kondisi ini membuktikan bahwa kreativitas pelaku industri pangan di daerah belum cukup menjanjikan untuk mengembangkan usahanya. Ia menilai, saat ini diperlukan keberanian pengolah pangan untuk menampilkan hasil produksi di pasar modern dengan kemasan yang lebih menarik. “Diharapkan ada campur tangan pemerintah maupun pengusaha besar dalam negeri untuk membantu industri kecil pengolahan pangan di daerah.”
Ketua Kelompok Industri Kreatif Mina Usaha Sejahtera Mangkang Kota Semarang, Sri Supatmi, mengatakan, keberadaan industri pengolahan pangan di daerah, termasuk Kota Semarang, mampu bersaing bila ada modal besar untuk memasarkan produknya yang bisa diterima oleh pasar modern. "Kami tak hanya membuat bandeng presto, namun juga terus mengembangkan bandeng duri lunak, bandeng tanpa duri, juga keripik duri bandeng,” kata Supatmi .
Ia mengakui usaha yang dilakukan secara berkelompok ini hanya mampu menambah pendapatan dari kelompok usaha tingkat rumahan. Sedangkan upaya ke arah membuat pabrik besar sulit terjangkau karena terkendala modal dan bapak angkat.
EDI FAISOL
Berita terkait
Jokowi: Saatnya Pangan Menjadi Panglima, Bukan Politik..
7 September 2017
Jokowi menegaskan, negara mudah ditundukkan karena ke depan bukan politik lagi yang jadi penglima, mungkin bukan hukum lagi yang jadi panglima.
Baca SelengkapnyaPolri Bentuk Satgas Pangan untuk Selidiki Adanya Permainan Harga
3 Mei 2017
Satgas ada di tiap Polda, dipimpin Direktorat Reserse Kriminal Khusus.
Baca SelengkapnyaHari Pangan Dunia, Stop Bergantung Makanan Impor
16 Oktober 2016
Solidaritas Perempuan kampanyekan makanan lokal seperti keripik rumput laut, tiwul, ketela rambat rebus, dan gembili rebus.
Presiden Jokowi Ingin Rakyat Aman Pangan
28 Januari 2016
Presiden Joko Widoodo menyoroti harga pangan yang semakin naik.
Baca SelengkapnyaDituding Tak Akurat, Menteri Amran Ingin Benahi Data Pangan
27 November 2015
Menteri Pertanian Amran Sulaiman berencana memperbaiki data pangan yang dituding tak akurat.
Baca SelengkapnyaIndonesia Luncurkan Zero Hunger Challenge Pada Hari Pangan
17 Oktober 2015
Ini gerakan global untuk meniadakan kelaparan, kata Menteri Amran, dan sesuai agenda Nawa Cita.
Ini Strategi Darmin Hadapi Kartel Pangan
24 Agustus 2015
Darmin Nasution membeberkan dua cara untuk menghalau kartel pangan. Apa saja?
Baca SelengkapnyaBI Minta Pemerintah Awasi Stok 6 Komoditas Pangan
18 Agustus 2015
Ketersediaan stok enam komoditas itu berpengaruh terhadap laju inflasi.
Baca SelengkapnyaIkut Fokus Masalah Pangan, Luhut Minta Suasana Tenang
13 Agustus 2015
Luhut mengatakan, masalah pangan ini ada kaitannya antara ekonomi dan keamanan.
Baca SelengkapnyaBulog Pangkas Rantai Distribusi Pangan
23 Juni 2015
Pemerintah akan memperbaiki tata niaga dari petani ke pengepul hingga pedagang.
Baca Selengkapnya