TEMPO.CO, Jakarta - Penutupan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu masuk impor hortikultura sejak 19 Juni lalu, membuat Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya kebanjiran produk buah dan sayur dari luar negeri.
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, Banun Harpini, mengatakan kontainer produk hortikultura impor yang masuk ke Surabaya meningkat 30 persen daripada biasanya.
"Sebelum Tanjung Priok ditutup, Surabaya melayani rata-rata 60 kontainer. Sekarang sudah mencapai 100 kontainer," kata Banun, Senin, 23 Juli 2012. Pelabuhan lain yang dipilih sebagai pintu masuk, belum mengalami kenaikan.
Kebanyakan importir, menurut Banun, mengalihkan barang lewat Surabaya karena dianggap lebih mudah untuk proses distribusi, terutama untuk tujuan wilayah timur Indonesia seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Makassar. "Distribusi tidak ada masalah. Tapi ada kenaikan harga buah impor sejak penutupan Tanjung Priok," ujarnya.
Di Tanjung Priok, semula terjadi penurunan kontainer hortikultura hingga 70 persen. Namun, kondisi berubah karena empat negara telah memiliki Country Recognition Agreement (CRA) dengan Indonesia. Barang-barang yang berasal dari empat negara tersebut diperbolehkan masuk lewat Tanjung Priok, sehingga pengurangan kapasitas impor hortikultura di Tanjung Priok hanya 50 persen.
Banun mengatakan, Indonesia sedang menjajaki kerja sama dengan Thailand untuk membuat Mutual Recognition Agreement (MRA). Dengan MRA, maka kedua negara bebas memasukkan produk hortikultura impor yang telah diakui.
"Thailand sudah meminta pengakuan kepada Indonesia untuk kebun-kebun yang bebas penyakit." Jika MRA dengan Thailand disepakati, maka Thailand bisa memasukkan leci dan melon. Sedangkan Indonesia berencana mengirimkan bawang merah.