Pro Kontra BLU Batu Bara, Erick Thohir: Kami dan PLN Hanya Mengikuti
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 19 Januari 2022 17:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir tak berkomentar banyak mengenai pro kontra skema Badan Layanan Umum pada pembelian batu bara untuk pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN.
"Soal BLU kan ada rapat koordinasi antar kementerian. Kami dan PLN hanya mengikuti kebijakan itu," ujar Erick dalam konferensi pers, Rabu, 19 Januari 2022.
Erick mengatakan kementeriannya dan PLN masih berfokus dengan hasil rapat pada Januari 2021. "Kalau memang ada BLU ya kami ikuti. Kalau tidak ada BLU, maka kembali ke rapat Januari 2021 yang ada landasan hukum dan kesepakatan berbagai pihak."
Ia berujar sejak Januari 2021 pemerintah telah menggelar rapat dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kejaksaan, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Di rapat itu, mereka membahas mengenai pasokan batu bara untuk PLN.
Kebutuhan PLN pada saat ini mencapai 130 juta ton, yang terbagi menjadi kebutuhan PLN 67 juta ton dan IPP 63 juta ton. Adapun produksi batu bara Indonesia bisa mencapai 650 juta ton per tahun.
"Sejak awal kami sepakat bahwa PLN mengintegrasikan yang namanya kebijakan batu bara dari pengiriman, pembelian, dan pembayaran," ujar Erick Thohir.
Ia mengatakan langkah itu dilakukan guna membenahi persoalan-persoalan yang kerap muncul di lapangan. Misalnya pembayaran ke pemasok yang kadang membutuhkan waktu puluhan hari hingga empat bulan dipercepat menjadi satu hingga dua pekan saja.
Di samping itu, dilakukan pula digitalisasi untuk memantau pasokan batu bara di lapangan, sehingga tidak ada krisis energi primer seperti awal tahun 2022. Perbaikan juga dilakukan dengan adanya kontrak jangka panjang dengan harga yang bisa ditinjau per tahun.<!--more-->
Sebelumnya, Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Sugeng Suparwoto menanggapi wacana akan dibentuknya Badan Layanan Umum atau BLU untuk pungutan batu bara, yang merujuk kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
"Saya kira ini perlu kajian mendalam karena karakternya berbeda," ujar Sugeng dalam rapat bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Kamis, 13 Januari 2022.
Dengan akan dibentuknya Badan Layanan Umum, nantinya PLN pun akan diminta membeli batu bara di harga pasar. Adapun selisih harga pasar dengan harga acuan DMO nantinya akan digantikan dari dana kelolaan BLU tersebut.
Ketimbang menciptakan skema baru, Sugeng menilai pemerintah seharusnya tetap menggunakan kebijakan Domestic Market Obligation. Pasalnya, kebijakan tersebut sudah jelas tercantum dalam Undang-undang Mineral dan Batu Bara.
"Nanti bagaimana agar bisa memenuhi keadilan bagi semua, PLN, pemerintah, dan pelaku usaha itu saya kira langkah selanjutnya. Tapi bentuk kelembagaan dan mekanisme proses, saya kira yang sesuai UU saja dulu," ujar Sugeng.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menjelaskan rencana BLU yang akan dibentuk untuk pungutan batu bara. Ia berujar pungutan ini akan merujuk kepada BLU yang telah berjalan untuk komoditas kelapa sawit, yaitu Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Arifin mengatakan selama ini tak semua perusahaan baru bara memenuhi DMO. Di sisi lain, tak semua batu bara yang diproduksi di dalam negeri juga spesifikasinya dibutuhkan untuk domestik.
"Rencananya itu akan dikenakan kutipan berapa per ton. Dana kutipan itu akan digunakan mendukung dana PLN," kata Arifin.
Setelah adanya BLU ini, PLN nantinya akan diminta membeli pasokan batu bara dengan harga pasar. Lantas, selisih harga pasar dengan harga acuan DMO nantinya akan dikembalikan dari dana kutipan perusahaan batu bara tersebut.
Baca Juga: Berkaca ke Jepang, Teknologi PLTU untuk Konversi Batu Bara ke Biomassa Didata
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.