TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah akan memperketat impor udang untuk konsumsi dan bahan baku industri olahan. Pengetatan impor dilakukan terkait keamanan pangan dan adanya peraturan traceability atau asal pakan dari negara-negara tujuan akhir ekspor udang olahan seperti Eropa dan Amerika Serikat. Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengatakan, pengetatan untuk menghindari masalah di negara tujuan ekspor jika hasil olahan mengandung residu. "Kami akan lihat apakah semua udang yang diimpor diperlukan," ujarnya, Senin (23/6). Menurut dia, jika udang olahan mengandung residu maka Indonesia aka diperkarakan negara pengimpor. Direktur Perdagangan Luar Negeri Departemen Kelautan Saut Hutagalung mengatakan, hingga kini ada 19 perusahaan pengolahan udang yang mengimpor bahan bakunya dari luar negeri. Dari jumlah tersebut hanya tiga perusahaan yang mendapatkan rekomendasi impor. Saut menjelaskang, hingga kini tidak ada larangan impor udang selain jenis vanamae. Hanya saja, untuk keselamatan pangan dalam negeri, impor memang harus diperketat. Menurut dia, peraturan pengetatan impor akan dikeluarkan pada Juli mendatang. Udang yang boleh diimpor hanya dalam bentuk utuh dan beku. Selama ini, kata Saut, nilai impor udang jauh lebih kecil dibandingkan dengan ekspor produk olahannya. "Hanya US$ 200 juta per tahun atau 10 persen dari nilai ekspor," katanya. Berdasarkan data pemerintah kapasitas produksi udang jenis vanamae dalam negeri mencapai 270 ton per tahun. Sebanyak 150 ribu ton dari udang itu diprodukasi oleh tiga perusahaan besar yang tergabung dalam grup Charoen Pokphand dan sisanya 120 ribu ton oleh perusahaan lain. Sedangkan produksi udang windu yang dibudidayakan oleh masyarakat mencapai 100 ribu ton per tahun. ARTI EKAWATI