TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku tak kaget melihat realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya 5,02 persen atau di bawah target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016, yaitu 5,2 persen. Sri mengaku memprediksi angka pertumbuhan ekonomi memang akan di bawah target. "Untuk 2016, yang 5,02 persen itu sesuai dengan yang saya prediksi," ujar Sri di Istana Kepresidenan, Senin, 6 Februari 2017.
Sri Mulyani melanjutkan, pertumbuhan ekonomi 5,02 persen bukanlah hasil yang buruk. Malah, menurut Sri, angka 5,02 persen menunjukkan momentum pertumbuhan ekonomi berhasil dijaga meski ada pengurangan belanja pemerintah yang berefek ke proyek penerimaan.
Sri Mulyani mengingatkan, konsumsi belanja negara tahun lalu harus dipangkas karena belanja pemerintah tidak seimbang dengan penerimaan negara, terutama dari pajak yang ditargetkan sangat tinggi. Padahal, hal itu penting untuk mencegah defisit anggaran melebihi 3 persen terhadap PDB.
Perihal apa yang membuat momentum pertumbuhan ekonomi terus terjaga pada tahun lalu, Sri mulyani menyebut banyak faktor. Salah satunya, ekspor impor yang positif pada kuartal 4 karena naiknya harga komoditas internasional. "Ini perkembangan yang positif karena ekspor-impor selalu tumbuh negatif biasanya. Ini juga tercermin pada pertambangan yang tidak negatif lagi," ujar Sri Mulyani
Contoh lainnya, yang menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, adalah konsumsi rumah tangga yang bertahan pada level 5,01 persen. Hal itu dipengaruhi oleh kondisi inflasi dan kepercayaan konsumen yang terjaga dengan baik.
Sri Mulyani berharap momentum baik ini bertahan di tahun 2017 ini sehingga target pertumbuhan ekonomi 5,1 persen bisa tercapai. Kalaupun ada gangguan, hal itu diperkirakan datang dari sisi ekspor mengingat ada kebijakan America First dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
"Kami berharap momentum ekspor ini tidak akan terganggu oleh perkembangan politik yang terjadi di Amerika dan Eropa serta di Cina," ujar Sri Mulyani.
ISTMAN M.P.