TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah diprediksi stabil pada hari pertama pembukaan perdagangan hari ini, Selasa pagi, 3 Januari 2017. Rupiah berada di kisaran 13.470 per dolar Amerika Serikat pada perdagangan hari terakhir 2016, ketika mayoritas kurs lain di Asia melemah terhadap dolar.
Analis dari Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, menyatakan, hari ini, fokus sentimen nilai tukar dari dalam negeri akan tertuju pada rilis hasil inflasi Desember 2016 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Inflasi Desember diperkirakan berkisar antara 3,1-3,2 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) atau jauh lebih rendah daripada angka inflasi November.
“Di tengah kenaikan harga minyak global, inflasi domestik yang rendah akan memberikan daya tarik lebih terhadap aset berdenominasi rupiah, walaupun akan ada tekanan inflasi dari pencabutan subsidi listrik di 2017,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 3 Januari 2017.
Menurut Rangga, kekhawatiran kondisi fiskal mulai meredup mempertimbangkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 yang hanya di kisaran 2,64 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga Desember.
“Jadi sentimen positif terhadap rupiah diperkirakan bertahan di pekan ini," tuturnya.
Rangga mengatakan divergensi kebijakan moneter Amerika Serikat mulai meningkat, sehingga dolar Amerika pun kembali menguat. Imbal hasil obligasi negara maju selain Amerika turun lebih dalam dibanding penurunan imbal hasil US Treasury.
“Ini menandakan divergensi kebijakan moneter yang melebar,” kata Rangga.
Hal itu bisa menjadi pertanda bahwa pengetatan likuiditas tidak terjadi merata di semua negara maju, sehingga penguatan dolar tidak terhindarkan. “Fokus Amerika masih tertuju pada inaugurasi presiden terpilih Donald Trump pada 20 Januari 2017,” tuturnya.
GHOIDA RAHMAH