TEMPO.CO, Jakarta - PT Santosa Agrindo, anak usaha PT Japfa Comfeed Indonesia yang bergerak di peternakan dan pengolahan daging, mengantongi jatah impor sapi bakalan sedikitnya 18.705 ekor.
Jatah impor tersebut diraih Santosa Agrindo (Santori) setelah memenuhi permintaan pemerintah untuk mengimpor sapi indukan sebanyak 3.741 ekor atau dengan perbandingan 20 peresn dari total sapi bakalan yang akan diimpor. Ketentuan perbandingan itu sesuai dengan Permentan No. 49/2016 tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar ke Dalam Wilayah Indonesia.
Safuan K. Suwondo, Indonesia Country Head Santosa Agrindo mengatakan rangkaian program importasi sapi indukan dan bakalan tersebut sebagai bentuk komitmen perusahaan dalam mendukung program pemerintah dalam meningkatkan populasi sapi potong di Tanah Air. Untuk tahap awal, perusahaan mengimpor ribuan sapi indukan dengan berat rata-rata 300 kilogram itu diprediksi mencapai Rp 60 miliar. “Nilai tersebut belum termasuk bea masuk untuk sapi indukan sebesar 5% dari total nilai transaksi,” katanya.
Sapi indukan tersebut, tutur Safuan, dikapalkan oleh Frontier International Agri dari pelabuhan Darwin, Australia menuju Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Rabu 21 Desember 2016. Nantinya, setelah sampai di Tanjung Perak, sapi indukan tersebut akan diinseminasi buatan di kandang berkapasitas 45.000 ekor per tahun yang berlokasi di Tongas, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. “Setelah sapi itu bunting, akan dimitrakan dengan kelompok peternak sapi yang tersebar di penjuru Jawa Timur.”
Baca: Bebek Impor di Pasar Becek, Pemerintah Bela Importir Resmi
Pada periode sebelumnya, Santori juga telah mengimpor 2.497 ekor sapi indukan ke Jawa Timur. “Nantinya, seluruh sapi indukan impor yang sudah berjumlah 6.238 ekor itu akan disalurkan ke kelompok peternak mitra” kata Safuan.
Menurut Safuan, Santori melihat peluang yang besar untuk membangun kemitraan dengan peternak rakyat untuk memelihara sapi indukan. Melihat berbagai peluang tersebut, Santori percaya diri untuk berinvestasi dan memanfaatkan peluang kebijakan dengan mengembangkan usaha breeding sapi potong berbasis kemitraan.
Dengan demikian, jika Santori mengambil seluruh jatah impor sapi bakalan, perusahaan tersebut mempunyai 22.446 ekor sapi yang terdiri dari bakalan dan indukan. Jumlah tersebut difokuskan untuk mendukung peningkatan populasi sapi di Tanah Air.
Kendati demikian, kekhawatiran pencapian peningkatan populasi sapi di Tanah Air justru dihembuskan oleh Frontier, eksportir sapi yang juga mempunyai ladang ternak sapi di Australia.
Simak: 3.000-an Tambang Bandel Akan Dicabut izinnya
Sales Manager Frontier Tony Gooden berpendapat pemerintah Indonesia harus memberikan insentif kepada para pelaku industri pembibitan sapi jika ingin populasinya bertambah. Pasalnya, berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia berisiko memberikan disinsentif bagi para pelaku industri.
"Usaha pembibitan di Indonesia adalah usaha yang sangat berat karena tidak bisa dilaksanakan dengan efisien dan dengan daya dukung lahan yang kuat. Pembibitan sapi dengan sistem dikandangkan membutuhkan tenaga kerja yang besar serta pasokan pakan dalam jumlah besar," ucap Tony.
Tony mencontohkan, usaha pembibitan sapi di Australia bisa sangat efektif dan efisien karena dikelola menggunakan sistem penggembalaan dengan lahan luas. Sistem tersebut memungkinkan sapi dapat mencari makan sendiri dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja dalam jumlah besar. Faktanya, di lahan yang dimiliki Frontier dengan luas 1,5 juta hektare mampu menampung 150.000 ekor sapi.
Simak: Pertamina Klaim Rugi Akibat Harga Premium Tak Naik
Dengan proporsi tersebut, kata Tony, memungkinkan usaha pembibitan sapi menjadi sangat murah karena sapi akan dapat mencari makan sendiri dengan hijauan. Model tersebut menjadi sangat efisien juga karena tenaga kerja yang menjalankan industri peternakan hanya sekitar 10-15 orang untuk setiap lahan dengan populasi ratusan ribu ekor.
Lebih lanjut, ketiadaan infrastruktur tersebut membuat biaya pembibitan sapi di Indonesia menjadi sangat mahal. Untuk itu, pemerintah Indonesia perlu melakukan relaksasi terhadap kebijakan impor sapi, selain perlunya kepastian kebijakan, Indonesia perlu mengurangi barrier industri seperti salah satunya bea impor sapi indukan, mempercepat masa karantina karena banyak penyakit yang sudah tidak ada. "Namun untuk masalah penyakit harus tetap diperiksa ulang."