TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menjadikan investasi sebagai salah satu instrumen mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Dalam sidang kabinet paripurna, Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada seluruh kementerian agar realisasi investasi di 2017 bisa mendorong kenaikan arus modal ke dalam negeri. "Kalau arus investasi betul-betul konkret, saya kira taget pertumbuhan 5,1 bisa dilampaui," kata Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 7 Desember 2017.
Pada 2017 Jokowi mematok investasi mencapai Rp 670 triliun. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 840 triliun pada 2018. Agar bisa tercapai sesuai target, menurut Jokowi, seluruh kementerian diminta agar saling memberikan dukungan.
Jokowi mencontohkan dalam hal perjanjian jual beli tenaga listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Presiden enggan menerima laporan PPA melulu. Ia berharap laporan yang diterimanya ialah seputar realisasi di lapangan. "Tenaga kerja yang berjalan (berapa). Itu yang kami inginkan." Selain realisasi investasi di sektor energi, presiden juga ingin mendorong investasi di sektor pariwisata.
Baca: Jokowi Jengkel Birokrat Hanya Sibuk Urus SPJ
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong mengatakan investasi merupakan instrumen pertumbuhan ekonomi yang masih bisa ditingkatkan. Instrumen lainnya, seperti konsumsi rumah tangga, misalnya, sudah sulit untuk digenjot. "Konsumsi sudah tinggi. Ekspor masih lesu. Tidak ada pilihan," katanya..
Agar investasi bisa maksimal, ucap Lembong, pemerintah harus fokus pada sektor-sektor yang strategis. Pariwisata merupakan salah satu sektor strategis yang bisa mendorong investasi. Kendati dari nilai tidak besar,pariwisata bisa dengan cepat menghasilkan devisa. "Pariwisata itu jasa. Benar-benar dahsyat dalam menyerap tenaga kerja," kata dia.
Simak: APBN 2017, Jokowi: Jangan Ada yang Dikorupsi Satu Rupiah pun
Di lihat dari komposisi, Lembong menilai, sumbangan investasi terbesar masih dari luar negeri, yaitu 60 persen. Sisanya merupakan investasi yang berasal dari dalam negari.
Lembong menambahkan penanaman modal asing tak melulu soal dana segar tapi bisa juga berupa penerapan teknologi atau tenaga ahli. "Saya kira komposisinya stabil di 60:40 di tahun-tahun berikutnya."
ADITYA BUDIMAN