TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Maintenance Facilites Aeroasia tengah melakukan peningkatan layanan dan mempersiapkan diri sebagai pusat logistik berikat industri penerbangan yang akan diresmikan dalam waktu dekat agar bisa menyaingi Singapura.
Vice President Corporate Secretary PT Garuda Maintenance Facilites Aeroasia (GMF) Arjo Widhjoseno menyatakan, dari 15 calon PLB tahap II, ada 12 PLB yang sudah mendapatkan izin pelaksanaan dan siap diresmikan sebelum Lebaran bersamaan dengan peresmian Terminal 3 Ultimate.
Akan tetapi, Ditjen Bea dan Cukai juga memberikan sejumlah target baru kepada GMF sebagai pusat logistik berikat pertama di industri penerbangan dan penyediaan suku cadang.
“Jadi, GMF bukan tidak mendapatkan izin, kami sudah lolos semua tahapan requirement, tetapi ekspektasi Bea dan Cukai kepada GMF ber tambah karena kami menjadi percontohan perdana untuk PLB industri pener bangan,” katanya, Selasa (26 Juli 2016).
Dia menjelaskan Ditjen Bea dan Cukai berkeinginan agar GMF bisa menyaingi sejumlah PLB bidang industri penerbangan di negara Asia Tenggara lainnya, salah satunya Singapura. Pasalnya, waktu pengalihan suku cadang untuk industri penerbangan di Indonesia memakan waktu yang lebih lama ketimbang di Singapura.
“Di Singapura sudah bebas pajak, proses Bea dan Cukai juga di persing kat hanya dua jam. Di Indonesia be lum seperti itu dan kami men jadi yang pertama mengim plemen ta sikannya.”
Selama ini, Arjo tak menampik bahwa rantai pasokan untuk suku cadang penerbangan di Indonesia memakan waktu lebih dari dua jam. Padahal di Singapura dan beberapa negara Asia Tenggara, lisensi pengadaan dan pemeriksaan sudah diberikan kepada maskapai sehingga konsumen tidak kesulitan jika membutuhkan suku cadang dalam waktu singkat. Jika suku cadang kosong, otomatis pesawat pun tidak bisa beroperasi.
Sementara itu, di Indonesia pemeriksaan fisik, pengisian form kepabeanan, dan semua tahapan masih di tangani Ditjen Bea dan Cukai. Arjo berharap dengan beroperasinya GMF sebagai pusat logistik berikat untuk suku cadang penerbangan, kom ponen proses tersebut bisa di alihkan sepenuhnya kepada perusahaan. Dengan demikian, ruang kerja Ditjen Bea dan Cukai akan lebih mudah, yakni melakukan audit kepabenan.
“Di Indonesia seperti itu memang belum, sementara kita lihat di Lufthansa saja yang mengelola kepabeanan sudah diserahkan ke airlinesnya, jaringannya semua sudah rapi dan serba online, secepatnya kita menyusul,” imbuhnya.
DAYA SAING
Ketua Umum Asosiasi Pusat Logistik Berikat Indonesia (APLBI) Ety Puspitasari membenarkan bahwa GMF memang susah memperoleh izin pengelolaan pusat logistik berikat tahap II.
Namun, anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk. itu tengah menyusun proses bisnis baru guna mening katkan daya saing di kancah inter nasional.
“GMF memang mau dibuat lebih hybrid karena dia mau dibuat besar di Asia sehingga ada sedikit perbedaan, tetapi DJBC sebenarnya mendukung hal ini,” ungkapnya.
Saat ini, Bea dan Cukai masih menung gu proses bisnis yang hendak ditawarkan oleh GMF.