TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memaparkan berbagai perkembangan proyek mulai dari pembentukan holding BUMN, pengelolaan dana repatriasi amnesti pajak ("Tax Amnesty"), program percepatan pengadaan listrik 35.000 MW hingga pembangunan infrastruktur.
Menurut Rini, salah satu yang menjadi perhatian semua pihak saat ini bagaimana BUMN dapat memanfaatkan dana repatriasi amnesti pajak yang baru saja digulirkan Pemerintah. Hal ini sesuai Undang Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
"Setidaknya sebanyak 26 BUMN siap memanfaatkan dana hasil repatriasi tax amnesty dengan target sekitar Rp 200-250 triliun," ujarnya, Senin, 25 Juli 2016.
Dia menjelaskan, Bank-Bank BUMN, BUMN Infrastruktur, BUMN Energi, BUMN Perkebunan dan sektor lainya didorong untuk dapat memanfaatkan dana repatriasi tersebut. "Instrumen yang bisa dikeluarkan BUMN bisa berupa obligasi, penawaran saham kepada publik (IPO), sekuritisasi aset, termasuk proyek-proyek yang sedang dibangun dan penempatan dana di bank BUMN," kata Rini.
Dia menyatakan secara langsung ikut melakukan sosialisasi pengampunan pajak saat mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kota Surabaya dan Medan, kemudian akan diteruskan di sejumlah kota lainnya.
Rini juga menjelaskan progres penyelesaian Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta yang diproyeksikan dapat dioperasikan mulai 17 Agustur 2016.
Terkait dengan pembentukan Holding BUMN, Rini menuturkan, pada Agustus 2016 akan diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk Holding BUMN Migas yang menyatukan Pertamina dan PGN, di mana Pertamina menjadi induk usaha. "Diupayakan terbit Agustus 2016, sedangkan lima holding BUMN lainnya diharapkan tuntas sebelum akhir tahun ini (2016)," ujarnya. Lima holding itu terkait pertambangan, keuangan, jalan tol, perumahan serta konstruksi dan rekayasa.
Ia menambahkan, inti dari pembentukan Holding BUMN, antara lain tercapainya efisiensi dengan meminimalisasi biaya, memperluas investasi dan menghindari pengurangan karyawan. "Yang paling utama jangan sampai ada double investasi, seperti antara Pertamina dan PGN," ujarnya.
ANTARA