TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengusulkan pemerintah menghapus sistem kuota impor sapi dan menggantikannya dengan skema pengenaan tarif. Skema tersebut dianggap lebih efektif menambah pasokan sehingga harga daging di dalam negeri tak melambung tinggi.
"Soal sapi bisa lebih efektif dengan tidak lagi menggunakan sistem kuota tetapi sistem tarif," kata Syarkawi dalam jumpa pers di gedung KPPU, Jakarta, Selasa, 7 Juni 2016.
Menurut Syarkawi, dengan menggunakan pengenaan tarif tersebut, pasokan daging sapi untuk masyarakat dapat meningkat. Selain itu, sistem itu bisa menghindari terjadinya persaingan tidak sehat, seperti kartel.
Pada 2015, kata Syarkawi, KPPU menemukan 32 perusahaan feedloter melakukan kartel. Hal ini membuat Kementerian Pertanian memangkas kuota importasi sapi bakalan pada triwulan III menjadi 50 ribu ekor. Angka itu jauh lebih rendah dibanding triwulan II sebanyak 250 ribu ekor.
Menurut Syarkawi, pemangkasan tersebut mengakibatkan jumlah pasokan daging sapi di pasar-pasar tradisional berkurang. Ini tak lepas dari penahanan pasokan yang dilakukan perusahaan feedloter ke rumah pemotongan hewan dan menyebabkan kenaikan harga yang cukup tinggi.
"Kartel itu terbentuk dari regulasi yang kurang tepat,” katanya. Menurut Syarkawi, meskipun KPPU melakukan penegakan hukum, hal itu tidak akan berdampak jika regulasinya tidak dibenahi.
Saat ini pemerintah menggunakan sistem kuota untuk importasi sapi bakalan. Pada tahun ini, pemerintah menetapkan besaran impor 600 ribu ekor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk kebutuhan menjelang Lebaran.
BAGUS PRASETIYO
Baca juga:
Teman Ahok Siap Galau? Ini 3 Pendorong Ahok Lari ke Partai
Pilkada DKI: Tiga Pemicu Ahok Bakal Kompromi dengan Partai