TEMPO.CO, Darwin - Merenggangnya hubungan diplomasi Indonesia-Australia setelah eksekusi pengedar narkotik Bali Nine tidak mempengaruhi impor sapi.
"Mungkin ada dampak di tingkat pemerintah, tapi bisnis dilakukan oleh perusahaan dan individu," ujar Lorenzo Strano, Direktur Departemen Perdagangan dan Luar Negeri Australia di negara bagian teritori utara, Darwin, Selasa malam, 13 Mei 2015.
Strano mengatakan dinamika hubungan dua negara tetangga tersebut, termasuk soal Timor Timur dan Papua, tidak pernah berdampak pada pengiriman sapi dan daging Australia ke Indonesia. "Kalau dibuat grafik seperti plateau (dataran tinggi yang relatif rata), tidak naik turun. "Hubungan perdagangan kita selalu bagus."
Indonesia mulai mengimpor sapi dan daging dari Australia sejak 1980-an. Dengan total 627 ribu ekor pada tahun perdagangan 2013-2014, Indonesia menempati posisi teratas dalam ekspor sapi Australia, diikuti Vietnam dan Israel. Teritori utara Australia merupakan asal sebagian besar sapi-sapi tersebut, yaitu sebanyak 415 ribu ekor.
Dalam mendatangkan impor sapi bakalan hidup dari Australia, Kementerian Perdagangan menerapkan kuota per kuartal. Untuk perempat tahun kedua 2015, batasannya adalah 250 ribu ekor. Jumlah ini naik lebih dari dua kali lipat dari Januari-Maret yang 100 ribu ekor untuk mengantisipasi kebutuhan daging di bulan puasa dan Lebaran.
"Penetapan kuota memang dilakukan pemerintah Indonesia, tapi saya yakin pertimbangannya adalah kebutuhan pasar, bukan politik," kata Strano. "Memang seharusnya seperti itu."
Dia mencontohkan pemerintah bisa saja hanya memberikan izin impor 10 ribu ekor. "Tapi kalau pasar membutuhkan 200 ribu, bisa kacau karena harga akan meroket," ujar Strano.
Rohan Sullivan, peternak dari Mataranka, teritori utara, mengatakan kebanyakan peternak di Australia mengandalkan pasar luar negeri. Harga rata-rata per kilo sapi yang diekspor mencapai 2,70 dolar Australia per kilogram atau sekitar Rp 27 ribu. "Sementara jika dijual di pasar lokal cuma sekitar Rp 16 ribu per kilogram," kata Sullivan, yang tahun lalu menjual 2000 bakalan ke luar negeri--hampir semuanya ke Indonesia.
Pertimbangan kedua adalah sulitnya mendapat pakan ternak di teritori utara, juga di hampir seluruh Australia. "Kami harus mendatangkannya dari wilayah selatan yang lebih hijau," ujar Sullivan, pemilik lahan peternakan 125 ribu hektare.
REZA MAULANA (DARWIN)