TEMPO Interaktif, Jakarta - Industri plastik lokal berharap PT Polytama Propindo beroperasi lagi agar kebutuhan bijih plastik tak tergantung pada impor. Apalagi bijih plastik polipropilena sangat langka akibat pabrik bijih plastik Taiwan Formosa Petrochemical Corp menghentikan operasi kilang berkapasitas 540 ribu barel per hari pekan lalu.
Akibat kelangkaan itu harga polipropilena juga terus melambung. Pekan lalu harganya di pasar internasional naik dari US$ 1.720 menjadi US$ 1.790 per ton. "Saya yakin sebentar lagi tembus US$ 2.000 per ton," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia Fajar A.D. Budiyono di Jakarta, Rabu, 3 Agustus 2011.
Polytama tidak beroperasi sejak 22 Agustus 2010 karena persoalan utang-piutang dengan Pertamina. Pertamina menghentikan pasokan polipropilena dari kilang Balongan. Saat masih beroperasi Polytama memasok 320 ribu ton polipropilena per tahun atau 35 persen kebutuhan nasional sebesar 990 ribu ton.
Sisa kebutuhan dipenuhi oleh PT Chandra Asri sebesar 480 ribu ton, Pertamina 35 ribu ton, dan impor 155 ribu ton. Namun, dengan berhentinya operasi Polytama, impor polipropilena melonjak menjadi 475 ribu ton per tahun, atau 48 persen dari kebutuhan. "Ini sangat riskan bagi industri plastik dalam negeri," kata Fajar.
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengakui tidak beroperasinya Polytama sebagai faktor utama menurunnya kinerja industri plastik. Pemerintah sedang berupaya agar Polytama kembali beroperasi. "Kami usahakan beroperasi dalam tahun ini," katanya.
Selain menghidupkan Polytama, pemerintah juga akan mengusahakan penurunan bea masuk impor polipropilena dari 15 persen menjadi 10 persen. Langkah ini membantu industri hilir agar tak terlalu terbebani. "Kami tidak bisa menurunkan menjadi lima persen karena mengganggu industri hulu," tuturnya.
Menurut Fajar, Polytama menyatakan siap beroperasi tapi menunggu negosiasi dengan Pertamina. Sedangkan Pertamina menunggu sikap Polytama terkait dengan persoalan bisnis di antara mereka. Namun entah kenapa belum juga ada titik temu. "Kami harap Menteri Keuangan memfasilitasi persoalan mereka," katanya.
AGUNG SEDAYU