TEMPO.CO, Jakarta - PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., berupaya mempercepat peluncuran satelit baru yang akan menggantikan satelit Telkom-1. Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., Alex J. Sinaga mengatakan akan berkunjung ke perusahaan pembuat satelit Telkom-4, yaitu Space Systems Loral (SSL) di California, Amerika Serikat, pada Oktober.
"Kami berusaha dengan pabriknya untuk bisa mempercepat peluncuran. Bisa lebih cepat lebih baik," kata Alex di kantornya, kemarin.
Menurut Alex, timnya dan SSL akan menghitung ulang margin waktu yang dibutuhkan untuk persiapan peluncuran kurang lebih satu tahun. Berdasarkan kontrak dengan SSL, peluncuran satelit Telkom-4 akan dilakukan pada Agustus 2018, dari Cape Canaveral Air Station Space di Florida, Amerika Serikat. Telkom telah menjalin kontrak dengan SSL sejak Februari 2016. Peluncurannya disepakati menggunakan Falcon-9 dari SpaceX.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengirimkan surat notifikasi kepada persatuan telekomunikasi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, (International Telecomunication Union) terkait pemanfaatan ruang bekas satelit Telkom-1, Senin lalu. Ia memastikan pemberitahuan tersebut dapat mempercepat proses administrasi. "Kami fokus amankan slotnya agar pas tahun depan, Telkom luncurkan satelit pengganti tidak ada masalah dari sisi penggunaan. Dua per tiga jalan sudah selesai, mudah-mudahan sepertiganya bisa selesai," kata Rudi.
Pengamanan ini dilakukan pemerintah agar Telkom-4 dapat menempati ruang kosong di 108 derajat Bujur Timur yang semula dipakai Telkom-1. Menurut Rudi, proses administrasi pemanfaatan ruang udara umumnya berlangsung tiga tahun. Pemerintah berharap pelaksanaannya selesai dalam setahun.
Hingga kini, pemerintah dan Telkom belum dapat memastikan kondisi satelit Telkom-1 yang mengalami kerusakan dua pekan lalu. Perusahaan pemantau satelit di Amerika Serikat, ExoAnalytic Solutions, memperlihatkan video obyek yang diduga satelit Telkom 1 menghantam sesuatu,lalu melontarkan percikan.
Rudi menampik spekulasi yang beredar. Ia melibatkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Komite Nasional Keselamatan Transportasi, serta pabrik satelit Lockheed Martin dalam penyelidikan kerusakan. "Saya minta dilaporkan secara transparan," kata Rudi.
Alex mengatakan penyelidikan kerusakan dan penghitungan kerugian membutuhkan waktu lama. "Ibaratnya sama dengan pesawat, butuh waktu panjang karena teknologi satelit ini complicated. Mandat pertama perbaikan layanan dulu," ujar Alex.
PUTRI ADITYOWATI