TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memastikan redenominasi rupiah tidak bisa diterapkan dalam waktu dekat. "Ini masih panjang sekali, jadi kami masih berdiskusi," ucap Jokowi setelah mengikuti Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendali Inflasi di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis, 27 Juli 2017.
Seperti diketahui, redenominasi adalah penyederhanaan nilai nominal mata uang rupiah. Tujuannya adalah untuk mengubah citra dan persepsi atas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing lain, misalnya, dengan dolar Amerika.
Rencana redenominasi rupiah sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Bahkan rancangan undang-undangnya pun telah dipersiapkan untuk Prolegnas Prioritas 2017. Namun, hingga saat ini, rancangan tersebut belum disampaikan ke DPR karena belum ada Amanat Presiden dari Jokowi.
Pembahasan redenominasi rupiah masih panjang karena dalam tahap awal. "Pemerintah masih mengkalkulasi dampak, urgensi, dan waktu penerapan yang tepat," ucapnya.
Baca: Darmin Sebut Ini MomenTepat untuk Bahas Redenominasi Rupiah
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan penerapan redenominasi rupiah membutuhkan kondisi perekonomian yang stabil. Dengan demikian, masyarakat tidak terkejut ketika nilai nominal rupiah berubah secara drastis.
"Untuk pelaksanaan masih 11 tahun lagi. Namun tetap semua unsur harus dihitung jika kebijakan redenominasi rupiah akan diterapkan," ujar Jokowi.
Bank Indonesia sudah menyiapkan peta masa transisi redenominasi rupiah apabila diterapkan tahun ini. Apabila diterapkan tahun ini, tahun 2018-2019 akan menjadi tahun persiapan. Selanjutnya, tahun 2020 menjadi tahun dimulainya implementasi langsung.
Dari Januari 2020 hingga 2024, transisi dilakukan dengan mencantumkan angka nominal baru dan lama pada produk atau jasa yang diperdagangkan. Setelah itu, masa implementasi nominal baru sepenuhnya.
ISTMAN M.P.