TEMPO.CO, Jakarta - Asia menjadi salah satu kawasan yang paling banyak ditinggali orang ultra-kaya. Meski didera gejolak ekonomi akibat merosotnya harga komoditas, pertumbuhan jumlah miliarder di kawasan Asia menduduki posisi teratas.
Dalam daftar miliarder dunia 2016, Forbes mencatat ada 590 orang Asia yang memiliki aset di atas US$ 1 miliar dalam setahun terakhir, atau bertambah 77 orang dari tahun sebelumnya.
Menurut data Forbes, dari 233 miliarder baru sepanjang 2016, sebanyak 76 di antaranya berasal dari Cina. Salah satunya adalah Li Weiwei, pemilik perusahaan game daring Wuhu Shunrong Sanqi Interactive Entertainment Network Technology, yang memiliki aset US$ 1,3 miliar.
Ada juga Xu Xiong, pengusaha kursus mengemudi mobil yang memiliki aset US$ 1,1 miliar; serta Cheng Wei, Kepala Eksekutif Didi Chuxing, penyedia aplikasi pemesanan kendaraan yang menjadi pesaing berat Uber di Asia. Cheng Wei mencetak kekayaan US$ 1 miliar pada usia 40 tahun.
Baca: Daftar Lengkap 50 Orang Indonesia Paling Kaya
Mengutip laporan yang dirilis UBS dan Pricewaterhouse Cooper pada 2016, Menurut Head Global Family Office Asia-Pacific UBS, Anurag Mahesh menyebut akan terjadi transfer kekayaan antar-generasi pertama orang terkaya di Asia. Menurut laporan tersebut, 90 persen dari para miliarder di Asia tidak akan meneruskan pengelolaan asetnya kepada generasi ketiga.
Dengan kata lain, pada masa mendatang, keluarga-keluarga kaya di Asia akan mempercayakan pengelolaan asetnya kepada manajer investasi. "Termasuk untuk menyusun strategi tata kelola dan mewujudkan filosofi yang mereka anut," ujarnya , Rabu 17 Mei 2017.
Baca: Istri Orang Terkaya di Dunia Bertemu Jokowi, Ini Yang Dibicarakan
Orang-orang kaya di dunia kian percaya diri. Sebagai buktinya, hasil riset UBS Wealth Management yang dirilis kemarin menyebutkan para miliarder dunia yakin bisa menghadapi ketidakpastian di tengah gejolak politik dan finansial dunia.
Survei dengan responden 2.842 miliarder di tujuh negara ini menunjukkan sebanyak dua pertiga atau 77 persen orang kaya yakin akses finansial mereka bisa membantu tatkala terjadi krisis. Sebanyak 51 persen dari mereka juga percaya kekayaannya akan kembali pulih dengan cepat jika suatu saat terjadi gejolak. Selain itu, ada 57 persen orang kaya yang yakin dengan kemampuannya untuk mencapai tujuan jangka panjang di tengah krisis. Hanya 11 persen yang mengaku pesimistis dan takut akan pengaruh krisis.
"Mereka sebetulnya ragu dengan sistem korporasi dan keuangan dunia. Namun mereka masih menatap masa depan dengan keyakinan," demikian petikan laporan UBS, yang dikutip CNBC. Dalam survei ini, UBS mengambil sampel miliarder dengan aset (yang dapat diinvestasikan) minimal US$ 1 juta di Hong Kong, Jepang, Singapura, Meksiko, Italia, Swiss, dan Inggris
Fakta yang mengejutkan adalah sikap orang-orang kaya yang berusia muda. Menurut survei UBS, miliarder dengan usia di bawah 40 tahun ternyata cenderung menghindari risiko dibanding jutawan yang lebih tua. Hampir separuh dari mereka tidak bersedia mengambil risiko setelah terjadi krisis keuangan. Adapun dari semua orang kaya yang berusia di atas 40 tahun, hanya 30 persen yang cenderung menghindari risiko.
CNBC | FORBES | FERY FIRMANSYAH