TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas, mengatakan naiknya harga cabai di pasaran bukan karena kartel. Cuaca yang tidak menentu masih menjadi faktor utama cabai langka, yang bermuara pada naiknya harga cabai.
"Kami agak terlambat mengantisipasi iklim. Siklus cabai sudah kelihatan sejak 2016, cuacanya hujan terus. Hal ini sangat mengganggu produksi cabai di Indonesia," kata Dwi saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Maret 2017.
Baca Juga: Harga Cabai Lokal Melambung, Cabai Impor Marak Beredar
Dwi menilai, sejak tiga bulan lalu, cuaca di Indonesia sedang tidak bersahabat untuk petani cabai. Hal ini membuat banyak petani tak bisa panen dan membuat cabai langka di pasaran.
Dwi tidak setuju dengan adanya dugaan kenaikan harga cabai disebabkan oleh kartel yang bermain. Cabai termasuk barang yang tak bisa ditimbun. "Logika saya, cabai merupakan barang yang tak bisa bertahan lama dan akan cepat busuk jika didiamkan selama dua-tiga hari," katanya.
Hal tersebut ia nilai tidak logis dilakukan oleh kartel. Kecuali kartel tersebut memiliki sistem khusus untuk mengatur tempat penimbunan yang bisa mengatur suhu dan komposisi udara. "Sebenarnya jauh dari itu (kartel). Stok cabai memang menipis," kata Dwi.
Simak: Harga Cabai Melonjak, Menteri Amran: Kita Terlalu Cengeng
Dwi meminta masyarakat bersabar. Ia memprediksi dalam satu hingga dua bulan ke depan panen cabai akan mulai kembali normal.
EGI ADYATAMA