TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omaleng mengatakan pemerintah pusat menjanjikan pembagian saham divestasi PT Freeport Indonesia sebesar 10-20 persen. Hal ini diungkapkan Eltinus setelah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. "Pak Luhut katakan jamin bahwa Papua dapat saham nilainya 10-20 persen," kata Eltinus saat ditemui di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta Pusat, Selasa, 28 Februari 2017.
Eltinus menuturkan, nanti, saham hasil divestasi itu akan dimiliki Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika, dan pemilik hak ulayat di wilayah sekitar tambang Freeport. "Sisanya baru pemerintah pusat," ucapnya.
Baca: Menteri Luhut: Dibahas Proses BUMN Akuisisi Freeport
Menurut Eltinus, lebih bagus jika Papua diberikan 20 persen dari divestasi saham Freeport sebesar 51 persen. Sebab, kata dia, selain pemerintah provinsi, Papua memiliki 28 kabupaten, satu kota, serta para pemilik hak ulayat.
Ketika ditanya mekanismenya seperti apa, Eltinus menjawab itu akan diatur kemudian. Pembicaraan soal mekanisme baru akan dibahas jika Freeport sudah setuju pindah ke izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Baca Juga:
Selain masalah divestasi, pertemuan antara Eltinus dan Luhut juga membahas hal lain, seperti pembangunan di Papua. "Masalah pembangunan sekolah, kesehatan, dan pertanian. Freeport tak pernah bantu soal infrastruktur," ucap Eltinus.
Baca: Bertemu Inalum, Luhut Bahas Holding BUMN Pertambangan
Pada 11 Januari 2017 lalu, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Minerba).
PP itu menegaskan perusahaan pemegang kontrak karya (KK) harus memurnikan mineral di Indonesia. Jika tidak membangun smelter, perusahaan dilarang ekspor. Kemudian, jika ingin tetap ekspor, status perusahaan harus diubah dari KK menjadi IUPK. Dengan menjadi IUPK, Freeport juga berkewajiban melepas 51 persen saham kepada Indonesia tahun ini.
Pada 25 Januari 2017 lalu, perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freport-McMoRan Inc, induk perusahaan Freeport Indonesia, menyatakan mempertimbangkan langkah hukum (legal action) untuk menggugat pemerintah Indonesia ke Mahkamah Arbitrase Internasional. Langkah itu menyusul perusahaan tidak mendapatkan izin ekspor. Sebab, berdasarkan KK, Freeport memiliki hak untuk mengekspor konsentrat tembaga tanpa pembatasan atau kewajiban membayar bea ekspor.
Baca: Perhimpunan Advokat Dukung Jonan Lawan Gugatan Freeport
Sebelumnya, Chief Executive Officer Freeport-McMoRan Richard Adkerson menyatakan perusahannya memberikan waktu 120 hari kepada Indonesia untuk mempertimbangkan perbedaan pendapat yang terjadi antara pemerintah dan Freeport. Waktu 120 hari tersebut terhitung mulai pertemuan terakhir kedua belah pihak pada Senin, 13 Februari 2017. Jika tidak, Freeport akan membawa permasalahan kontrak ini ke arbitrase internasional.
DIKO OKTARA