PP ini menegaskan perusahaan pemegang KK harus memurnikan mineral di Indonesia. Jika tidak membangun smelter maka dilarang ekspor. Namun jika ingin tetap ekspor maka harus mengubah statusnya dari KK menjadi IUPK. Dengan menjadi IUPK, Freeport juga diwajibkan melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia tahun ini.
Baca: Soal Freeport, Wakil Menteri Energi: Sudah Saatnya Indonesia Berdaulat
Apa saja perbedaan butir-butir negosiasi dalam KK, MoU renegosiasi dan IUPK. Berikut rinciannya :
Kontrak Karya 1991
- Luas wilayah : pada 1991 seluas 2.610.182 hektare dan pada 1999 seluas 212.950 hektare.
- Kewajiban : royalti (tembaga 3,5 persen; emas 1 persen; perak 1 persen), pajak penghasilan (PPh) badan, iuran tetap, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan pajak daerah.
- Rezim fiskal : tarif tetap seperti dalam KK hingga kontrak usai (nail down).
- Divestasi saham : pada tahap pertama 9,36 persen dalam 10 tahun sejak 1991, kemudian tahap kedua mulai 2001 divestasi 2 persen per tahun sampai kepemilikan nasional 51 persen. Ketentuan mengenai divestasi mengikuti peraturan perundangan.
- Perpanjangan operasi : habis pada 2021 (tidak dapat diperpanjang).
- Smelter : tidak diwajibkan.
- Ekspor konsentrat/mentah : tidak diatur.
Baca: Jonan Sebut Freeport Hanya Sebesar Sapi, Ini Alasannya
MoU Renegosiasi Juli 2014.
- Luas wilayah : 90.360 hektare.
- Kewajiban : royalti (tembaga 4 persen; emas 3,75 persen; perak 3,25 persen), PPh badan, iuran tetap, PBB, dan pajak daerah.
- Rezim fiskal : tarif tetap (nail down).
- Divestasi saham : sebesar 30 persen sampai dengan 2019.
- Perpanjangan operasi : habis 2021 (tidak dapat diperpanjang)
- Smelter : diwajibkan 100 persen.
- Ekspor konsentrat/mentah : ekspor konsentrat tembaga dibuka terbatas hingga 12 Januari 2017.