TEMPO.CO, Jakarta - Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto memaparkan prediksinya mengenai arah pasar obligasi pada 2017. Menurut dia, yield obligasi tahun ini dapat turun ke level 7,25 persen dengan perolehan imbal hasil atau return obligasi mencapai 12 persen.
"Pada 2016, Bank Indonesia Rate turun. Kalau BI Rate turun, yield pasti lebih rendah. Pada 2017, kami memang tidak berekspektasi bahwa ada penurunan suku bunga. Tapi selama BI tidak menaikkan bunga, pasar obligasi masih oke," kata Handy di Menara Mandiri, Jakarta, Rabu, 1 Februari 2017.
Selain itu, menurut Handy, inflasi pada 2017 diprediksi meningkat dibandingkan tahun lalu. Namun, Handy meyakini yield dapat semakin turun karena pemerintah dan BI bisa menjaga laju inflasi. Dengan adanya pencabutan subsidi beberapa jenis bahan bakar minyak, gejolak inflasi semakin kecil.
Baca: Ini Ancaman Dibalik Tingginya Bunga Obligasi Indonesia
Handy berujar, target inflasi BI tahun ini 4 plus-minus 1 persen. Tahun depan, target inflasi dipatok 3,5 persen dan pada 2020 mengarah ke 2,5 persen. "Kalau pemerintah bisa menjaga inflasi di 2,5 persen, investor yang mau beli obligasi jangka panjang dengan yield 5 mestinya masih cukup menarik," katanya.
Selain itu, Handy memperkirakan credit default swap (CDS) atau premi bagi investor asing dapat turun. "Artinya, asing percaya bahwa fundamental ekonomi kita membaik. Prediksi kami, ada perbaikan di CDS karena Indonesia akan mendapat investment grade dari S&P," ujarnya.
Baca: Pefindo Proyeksi Emisi Obligasi Korporasi Tahun 2017
Namun, menurut Handy, konsensus ekonom memperkirakan treasury yield Amerika Serikat akan naik ke level 2,7-3 persen. "Kami memperkirakan kenaikannya tidak sebesar itu. Prediksi kami, treasury yield AS pada akhir 2017 di level 2,6 persen dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS stabil di Rp 13.400," katanya.
Di sisi lain, Handy menyambut positif strategi pemerintah untuk front loading surat perbendaharaan negara (SPN). Kuartal I, target penerbitan SPN dipatok 37 persen. "Year to date, sudah menerbitkan 17 persen. Ini lebih tinggi dari tahun lalu yang baru 15 persen pada akhir Januari."
Menurut Handy, jumlah obligasi yang jatuh tempo pada 2017 sangat besar, mencapai Rp 195 triliun. Namun, dengan BI menurunkan jumlah surat utangnya, permintaan terhadap SPN meningkat. "Kalau SPN bisa terpenuhi terus, beban pemerintah untuk penerbitan SPN tenor panjang bisa berkurang," ujarnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI