TEMPO.CO, Semarang - PT Pertamina area pemasaran Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta menambah kuota gas subsidi atau gas melon hingga 11 persen. Tambahan kuota persedian itu untuk antisipasi kenaikan konsumsi produk kebutuhan bahan bakar rumah tangga selama musim liburan Natal dan Tahun Baru.
“Untuk gas subsidi kami tambah peningkatan hingga 3.502 metric tons per hari dari rata-rata konsumsi normal sebesar 3.221 metric tons per hari,” kata juru bicara Pertamina Area Pemasaran Jateng dan DIY Suyanto, Jumat 16 Desember 2016.
Selain gas subsidi, Suyanto menyebutkan telah menambah kuota gas non subsidi ukuran 12 kilo gram dengan tambahan persediaan hingga 281 metric tons per hari. “Tambahan itu merujuk tren kebutuhan gas subsidi pada tahun sebelumnya,” kata Suantyo menambahkan.
Baca: Gas Langka, Beredar Elpiji Melon Berisi Air
Penambahan gas rumah tangga itu juga diimbangi dengan strategi mengamankan distribusi, dengan cara membentuk satuan tugas Satgas di Kantor Unit Pertamina di daerah serta depot pengisian yang dimulai tanggal 19 Desember 2016 hingga 09 Januari 2017. “Satgas itu untuk semua distribusi semua bahan bakar, tak hanya gas namun juga bahan bakar kendaraqn dan untuk pesawat terbang,” kata Suyanto menjelaskan.
General Manager Pertamina Area Pemasaran Jateng Kusnendar menyatakan, kenaikan konsumsi bahan bakar minyak dan gas pada Natal dan tahun baru sudah lumrah terjadi, terutama pada periode 10 hari sebelum dan sesudah Natal. Dengan begitu ia menyiapkan tambahan persediaan BBM seperti jenis premium hingga 3.537 kilo liter per hari. “Itu meningkat sebesar 10 persen dari rata-rata harian normal,” kata Kusnendar.
Baca: Polisi Tangkap Pengoplos Gas Elpiji dan Air
Selain premium pertamina juga menambah pertamax dan pertalite sebagai bahan bakar khusus unggulan hingga 30 persen dari rata-rata konsumsi harian 2.950 kilo liter dan 5.373 kilo liter. Menurut Kusnendar, khusus BBM subsidi jenis Solar hanya ditambah persediaan lebih sedikit sebesar 5 persen dari rata-rata harian konsumsi 4.943 kilo liter.
Tambahan itu berdasarkan kebutuhan yang telah ditetapkan pemerintah sesuai dengan alokasi anggaran subsidi yang terbatas. “Selain itu penggunaan solar cenderung lebih sedikit dibanding bahan bakar minyak lain,” kata Kusnendar.
EDI FAISOL