TEMPO.CO, Cirebon – Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Miryam S. Haryani mengaku terkejut saat melihat kapal tongkang pembawa puluhan ribu ton garam impor bersandar di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Rabu, 3 Agustus 2016. Padahal, kata dia, petani garam di Cirebon tengah menjerit karena garamnya tidak laku.
Kunjungan rombongan Komisi V DPR ke Pelabuhan Cirebon sebenarnya untuk meninjau kondisi pelabuhan setelah kegiatan bongkar muat batu bara dihentikan. Namun saat melihat sebuah tongkang tengah membongkar garam impor, mereka kaget. “Mestinya pemerintah cukup bijak, jangan binasakan petani garam di Cirebon,” kata Miryam yang juga berasal dari daerah pemilihan Cirebon dan Indramayu.
Menurut Miryam, hampir seluruh wilayah Cirebon merupakan penghasil garam. Bahkan, kata dia, Cirebon merupakan salah satu daerah terbesar penghasil garam di Pulau Jawa. Karena itu, ucap dia, tidak sepatutnya garam impor masuk Cirebon.
Pemerintah, kata Miryam, seharusnya justru memberikan subsidi kepada petani garam Cirebon agar dapat membuat garam industri. “Bukan malah melakukan impor besar-besaran dari luar negeri. Impor ini sudah tentu sangat merugikan petani garam di Cirebon,” kata Miryam.
Kebijakan impor garam disaat petani sedang merugi, menurut Miryam, merupakan keputusan yang tidak tepat. “Seharusnya pemerintah bisa memaksimalkan petani garam lokal,” kata Miryam.
Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Cirebon, Revolindo, membenarkan bahwa kapal tongkang yang bersandar di Pelabuhan Cirebon itu mengangkut garam dari Australia. “Ada sekitar 30 ribu ton garam, “ kata Revolindo.
Revo berujar garam impor tersebut untuk memenuhi kebutuhan industri, bukan konsumsi masyarakat. Pengirimannya pun tidak dilakukan secara rutin, tapi sesuai kebutuhan. “Setahu saya pengirimannya hanya kalau dibutuhkan saja, tidak rutin,” katanya.
Secara terpisah Ketua Asosiasi Petani Garam Kabupaten Cirebon, Insyaf Supriyadi, saat dikonfirmasi mengungkapkan bahwa saat ini garam rakyat boleh dikatakan hampir habis. “Stok petani kira-kira tinggal 8 ribu ton saja,” kata Insyaf.
Sedangkan stok garam rakyat di Cirebon hasil verifikasi, katanya, tinggal 85 ribu ton. “Itu pun sudah milik orang Bandung yang setiap hari diangkut untuk kebutuhan pabrik tekstil di Bandung,” kata Insyaf.
Saat ini, tutur Insyaf, petani garam Cirebon kesulitan memproduksi garam akibat pengaruh kemarau basah. Situasi itu diperparah dengan terjadinya rob, sehingga merendam areal tambak garam. “Sampai tadi malam masih ada hujan,” kata Insyaf.
Lumpur pun saat ini menumpuk di tambak, sehingga petnai harus mengeluarkan biaya lagi untuk menggaruk lumpur. Namun jika pada pertengahan Agustus hujan masih juga turun, dipastikan petani tak bisa berproduksi. “Kami hanya berharap selama sebulan ini tidak lagi turun hujan,” kata Insyaf.
Dia memperkirakan produksi garam di Cirebon tahun ini hanya sekitar 20 persen. Padahal rata-rata produksi garam di Kabupaten Cirebon setiap tahunnya bisa mencapai 35 ribu ton dari luas lahan 16 ribu hektare.
IVANSYAH