TEMPO.CO, Jakarta - Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui permohonan Pemerintah untuk merevisi sejumlah asumsi dalam anggaran tahun depan, seperti harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan produksi (lifting) migas. Sebelumnya, Komisi VII DPR telah menyetujui angka ICP dan lifting migas itu pada 21 Juni 2016.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) M.I. Zikrullah menilai perlu kerja ekstrakeras untuk mencapai angka yang telah disepakati sebelumnya. “Kalau sangat minim, mungkin terlalu pesimistis, ya,” kata Zikrullah, dalam rapat Banggar dan pemerintah di kawasan parlemen, Rabu, 13 Juli 2016. “Tapi lebih kepada akan sulit dicapai pada angka 800 ribu.”
Banggar akhirnya memutuskan angka IPC sebesar US$ 40-55 dari angka US$ 45-55, yang telah disetujui Komisi VII. Selain angka ICP, angka lifting gas turun dari yang sebelumnya 1.150-1.500 juta barel per hari seperti yang telah disepakati Komisi VII menjadi 1.100-1.200 juta barel per hari. Banggar juga menurunkan angka lifting minyak bumi menjadi 750-800 ribu barel per hari dari angka 760-800 ribu barel per hari.
Zikrullah mengatakan kesulitan tersebut merupakan akibat tertundanya program-program kerja sepanjang 2016. “Program sumber pengeboran banyak yang ditunda, program-program eksplorasi juga ada penundaan,” tuturnya.
Dengan demikian, kata Zikrullah, dampak penundaan produksi bakal ter-carry over ke 2017. Program-program Plan of Development (POD) juga tidak memiliki peningkatan yang berarti terhadap peningkatan produksi minyak.
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan Komisi VII, pemerintah mengajukan angka ICP sebesar US$ 35-45 per barel. Sedangkan angka lifting minyak bumi diajukan sebesar US$ 740-760 ribu barel per hari dan 1.050-1.150 barel per hari untuk angka lifting gas.
Perubahan angka ICP dan lifting migas itu diputuskan Badan Anggaran dalam rapat yang membahas asumsi dasar dalam RAPBN hari ini. Rapat itu dihadiri antara lain Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara; Dirjen Migas Gusti Nyoman; Direktur Utama PLN Sofyan Basri; serta Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi.
ARDITO RAMADHAN | RR ARIYANI