TEMPO.CO, Jambi - Direktur Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Tiur Rumondang memperkirakan permintaan dunia terhadap minyak sawit mencapai 156 juta ton pada 2050. Selama sepuluh tahun terakhir, permintaan dunia terhadap minyak nabati tumbuh lebih dari 5 persen per tahun. “Diperkirakan akan tumbuh di angka yang sama selama sepuluh tahun ke depan,” kata Tiur di Hotel Abadi, Kabupaten Sarolangun, Jambi, Selasa, 24 Mei 2016.
Tiur menjelaskan, berdasarkan data Food and Agriculture Organization, organisasi pangan PBB, produksi minyak sawit dunia meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir. Pada 2000, minyak sawit adalah minyak nabati yang paling banyak diperdagangkan. “Lebih dari 40 persen minyak nabati diperdagangkan secara internasional,” ucapnya.
Berdasarkan statistik perkebunan Indonesia oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, pada 2014, terjadi peningkatan volume produksi minyak sawit sebesar 11 persen selama 2005-2015. Sedangkan untuk luas area produksi meningkat 8 persen. “Ini akan menjadi angka yang menakutkan atau menjanjikan. Secara industri, ini sangat menarik,” ujar Tiur.
Pertumbuhan terbesar terjadi pada 2005-2006 dengan volume produksi 11,86 juta ton menjadi 17,35 ton. Terakhir pada 2015, tercatat luas lahan produksi sebesar 11,44 juta hektare dengan produksi 30,95 juta ton. “Tak bisa dimungkiri, industri ini menyediakan lapangan kerja yang begitu luas dan masif, melibatkan buruh tani, dan menjadi pendapatan devisa yang cukup besar bagi Indonesia atau negara produsen lain,” tuturnya.
Karena itu, kata Tiur, perlu respons untuk menekan dampak terhadap industri persawitan dari sisi lingkungan dan masyarakat. Meningkatnya permintaan untuk minyak sawit berkelanjutan, ucap dia, harus menjadi bagian dari solusi.
Sementara itu, Community Outreach and Engagement Manager RSPO Imam A. El Marzuq menilai Indonesia memiliki statistik petani terbesar yang menggantungkan hidup di sektor perkebunan kelapa sawit. Dalam skala global, ujar Imam, Indonesia menjadi terbesar dengan total lahan 3,6 juta hektare kelapa sawit. “Bahwa petani adalah aktor industri itu benar. Tapi, bagaimana mendorong mereka lebih aktif, itu pekerjaan bersama,” tutur Imam.
ARKHELAUS W.