TEMPO.CO, Yogyakarta - Rencana Bupati Bantul Suharsono membangun hotel berbintang di kawasan Pantai Parangtritis, di pesisir selatan Bantul, tidak mendapat restu Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X.
Informasi itu diperoleh, ketika Suharsono bertemu Sultan di Kepatihan, Yogyakarta, hari ini, 30 Maret 2016. “Bukan melarang sebenarnya. Tapi nanti sudah mengeluarkan banyak biaya membangun hotel, ternyata tidak ada yang menginap,” kata Suharsono saat ditemui di Kepatihan Yogyakarta.
Pertimbangan Sultan, menurut Suharsono, karena obyek wisatanya saling berdekatan. Sultan pun menyarankan, pembangunan hotel lebih baik di daerah perbatasan antara Bantul dan daerah lainnya. “Misalnya perbatasan Bantul-Yogyakarta, di Prawirotaman. Di bekas lahan kampus STIE Kerjasama,” kata Suharsono.
Pertimbangan lain, karena ada persyaratan tertentu pembangunan hotel di kawasan pesisir. Apalagi terdapat gumuk pasir di Pantai Parangtritis yang merupakan kawasan geoheritage yang harus dilindungi.
Sekretaris Daerah Bantul Riyantono, yang mendampingi menambahkan, pengembangan hotel di Bantul perlu ada kajian-kajian lebih dalam. “Pak Gubernur melihat dari feasibility-nya. Apalagi jarak Bantul dengan Yogyakarta dekat,” katanya.
Pengembangan pembangunan hotel di kawasan pesisir tersebut, diakui Suharsono, merupakan wacana penataan Parangtritis yang akan diubah menyerupai Bali. Lantaran pembangunan hotel berbintang tidak memungkinkan, Suharsono akan menjalankan rencana kedua, yakni penataan warung-warung di pantai itu. “Akan kami data. Jadi yang dari Klaten, Solo, luar Bantul silakan pergi dulu,” kata Suharsono.
Koordinator Aliansi Rakyat Menolak Penggusuran (ARMP), Watin, meminta agar pembangunan hotel menggunakan lahan-lahan tidak produktif. Seperti kawasan ujung timur Parangtritis yang berdekatan dengan bekas terminal. “Karena biasanya kalau dibangun hotel itu pakai lahan produktif. Tata ruang kotanya malah diorak-arik,” katanya saat dihubungi Tempo.
PITO AGUSTIN RUDIANA