TEMPO.CO, Jakarta - Perum Bulog telah menggelar operasi pasar (OP) jagung untuk menstabilkan harga jagung sekaligus daging ayam dan telur ayam. Sebelumnya, perusahaan pelat merah ini ditugasi membeli 445.500 ton jagung impor yang ditahan Kementerian Pertanian dan menjualnya pada peternak. "Operasi pasar kami mulai Senin (1 Februari) lalu," kata Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti, Rabu, 3 Februari 2016.
Pada tahap awal, operasi pasar dilakukan di beberapa daerah sentra peternakan ayam rakyat. Empat wilayah yang pertama kali mendapat gelontoran jagung itu adalah Cigading (Banten), Cirebon (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), dan Surabaya (Jawa Timur). "Ada seribu ton yang dilepas pertama kali, dan terus kami salurkan di wilayah-wilayah lain juga," kata Djarot.
Dalam operasi pasar, Bulog menjual jagung dengan harga Rp 3.000-3.200 per kilogram. Angka itu jauh di bawah harga pasaran yang bisa mencapai Rp 6.000 per kilogram. Namun, Bulog hanya akan menjual jagung pada peternak ayam. Dengan begitu, harga jagung di pasaran tidak akan langsung anjlok dan merugikan petani.
Peternak yang hendak membeli jagung Bulog pun harus menunjukkan identitas usaha dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). "Jagung ini tidak boleh diperjualbelikan, hanya untuk kebutuhan ternak mereka sendiri saja," kata Djarot.
Untuk keperluan operasi pasar hingga Maret 2016, Bulog akan menyiapkan 600 ribu ton jagung. Saat ini Bulog sudah menguasai 445.500 ton dari hasil pelimpahan jagung impor yang sempat ditahan.
Menurut catatan Kementerian Perdagangan sejak November 2015 hingga Januari 2016, harga jagung terus naik dari Rp 3.000 per kilogram menjadi Rp 6.000 per kilogram. Penyebabnya, pasokan berkurang, sementara impor sempat tertahan.
Akibatnya, harga daging ayam yang makanannya terbuat dari jagung pun naik cukup signifikan di sejumlah daerah. Harga rata-rata daging ayam nasional saat ini Rp 33.237 per kilogram, naik 15,46 persen dari Oktober 2015 sebesar Rp 28.785 per kilogram.
PINGIT ARIA