TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Arief Suditomo menyatakan bahwa penolakan parlemen atas rencana Komisi Penyiaran Indonesia melakukan uji publik atas kinerja 10 televisi swasta Indonesia yang habis izin frekuensinya tahun ini punya dasar kuat.
"Uji publik yang dilakukan oleh KPI terhadap TV swasta ini rawan rekayasa," kata mantan Pemimpin Redaksi Seputar Indonesia di stasiun televisi swasta RCTI ini. Tidak adanya mekanisme yang jelas dalam uji publik, menurut Arief, berpotensi menjadi celah besar dalam pelaksanaan uji publik.
"Jangan sampai social pressure melalui media sosial mendorong kelompok tertentu saja, ini bisa saja direkayasa menjadi suatu refleksi kesimpulan yang diambil KPI," kata Arief seusai rapat dengar pendapat dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 28 Januari 2016.
Meski begitu, kata Arief, uji publik ini masih bisa dilaksanakan jika pelaksanaannya merujuk pasal 52 Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam pasal tersebut memang tidak ada penjelasan mengenai uji kelayakan. Namun, kata Arief, ada penegasan terkait peran serta publik dalam mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional. Pasal itu juga menegaskan bahwa masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang merugikan mereka.
Sayangnya, Arief tidak menjelaskan bagaimana teknis pelaksanaan uji publik yang sesuai dengan UU Penyiaran. Ia hanya mengatakan bahwa apapun metodologi yang digunakan harus bisa menyaring suara masyarakat yang masuk, dan memprediksi motif pemilik suara.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi I Meutya Hafid, mengatakan hal senada. Bekas presenter televisi swasta ini mengatakan uji publik hanya bisa dilakukan jika semua yang berpartisipasi benar-benar kredibel dalam memberi penilaian. "Harusnya KPI kemarin punya tools, agar mereka yang ikut kasih masukan itu terdata. Harus ada KTP-nya, jangan sampai berulang kali memilih. Khawatirnya ada rekayasa," kata Meutya.
Pekan lalu, KPI mengumumkan rencana mereka untuk melakukan uji publik terhadap 10 stasiun TV di Indonesia, yakni RCTI, SCTV, Indosiar, MNC TV, ANTV, TVOne, Metro TV, Trans TV, Global TV, dan Trans 7. Kesepuluh stasiun TV ini akan habis izin frekuensinya pada 2016. Uji publik ini bertujuan untuk mengetahui reaksi publik atas kualitas tayangan televisi swasta. Namun, rencana ini langsung dikecam dan ditolak Asosiasi Televisi Swasta Indonesia dan Komisi I DPR yang juga membidangi komunikasi.
EGI ADYATAMA