TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti ekonomi bidang ekonomi internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pangky Tri Febiyansyah, mengatakan kurang dari 30 persen masyarakat belum paham konsepsi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Hal ini diambil dari penelitian yang dilakukan LIPI terhadap 2.000 responden di 16 provinsi.
"Kesimpulan kami, pemerintah terlambat melakukan sosialisasi. Kami meneliti 2.300 responden di 16 provinsi dengan sistem random, baik pengusaha maupun masyarakat, setelah itu kriteria profesi dan mendatangi asosiasi sambil mengamati," katanya saat dihubungi Tempo, Jumat, 1 Januari 2016.
Meskipun terlambat, Pangky tetap mengapresiasi langkah pemerintah. "Pemerintah kurang sungguh-sungguh. Ketika kami meneliti kalangan pengusaha dan pedagang serta masyarakat, mereka tidak paham, tidak tahu apa manfaat MEA," ujarnya.
Menurut Pangky, hal ini menjadi penting agar Indonesia tidak hanya menjadi negara tujuan untuk barang dan pengusaha negara ASEAN lain. "Kita hanya basis tujuan dari barang mereka, kita hanya jadi pasar. Itu yang jadi masalah.”
Pangky berujar, memasuki MEA pada 2016, pemerintah harus melakukan sosialisasi dari tingkat atas ke tingkat daerah. "Tujuannya agar terjadi akselerasi agar pemda pun aware bahwa di MEA ada mobilitas skill labor dan bagaimana investasi dari ASEAN itu mengalir."
Pangky khawatir posisi Indonesia hanya bisa menjadi konsumen tanpa diimbangi produksi. "Perdagangan MEA dengan tarif nol tentu akan berpengaruh terhadap barang di daerah. Logika sederhananya, bila lebih murah, UKM setempat akan lewat," tuturnya.
ARKHELAUS W