TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Ja'far mengatakan ada banyak kendala yang dihadapi dalam penyaluran dana desa. Salah satunya adanya kelambanan penyaluran akibat terbentur birokrasi.
Hal tersebut ia sampaikan lewat pidatonya dalam Rapat Koordinasi Nasional bertajuk “Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Desa” yang diselenggarakan Kementerian Desa di Ecovention Ecopark, Ancol, Jakarta, Rabu, 2 Desember 2015.
Karena itu, ia mencoba menginisiasi revisi Undang-Undang Desa dan peraturan pemerintah mengenai penyaluran dana desa. Menurut dia, proses pencairan yang tadinya berkala dalam tiga tahap, yakni 40 persen, 40 persen, dan 20 persen, sudah tidak perlu diterapkan lagi pada tahun mendatang.
“Akan dicairkan hanya melalui satu tahap saja,” ucapnya.
Pasalnya, proses pencairan melalui tiga tahap tentu menyulitkan para kepala desa, sehingga perlu ada langkah yang lebih efisien. “Belum lagi lambannya penyaluran dana desa ke rekening desa, yang menyebabkan lambatnya pembangunan di desa. Karena itu, kita akan revisi UU Desa dan PP-nya,” ujar Marwan.
Pemerintah menyiapkan dana Rp 70 triliun yang dialokasikan untuk setiap desa dan permukiman transmigrasi yang akan diberikan secara bertahap. Dana tersebut merupakan 10 persen dari Rp 700 triliun anggaran transfer daerah. Nantinya, setiap desa akan diberikan anggaran Rp 1,4 miliar per tahun secara bertahap. Diharapkan, dengan kucuran dana dari pemerintah pusat ini, semua desa di Tanah Air dapat menjadi desa yang mandiri dan sejahtera.
Penyaluran dana desa ini dimulai pada April 2015 dengan dana yang diturunkan mencapai sekitar Rp 9,2 triliun. Dana tersebut diimbau digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa, seperti jalan desa untuk membuka akses ke kantong-kantong produksi, irigasi desa, dan program yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat di desa.
“Tahun 2016, dana desa masih akan ditambah sampai Rp 700 juta per desa. Jadi rata-rata desa menerima Rp 1-1,2 miliar selama periode 2015/2016.”
INGE KLARA SAFITRI