TEMPO.CO, Jakarta - Pada awal tahun ini, tepatnya Maret 2015, kenaikan harga beras sempat meramaikan pemberitaan media massa. Saat itu, menurut catatan Kementerian Perdagangan, harga rata-rata beras medium nasional mencapai Rp 10.373 per kilogram. Kini harganya sudah mencapai Rp 10.438 per kilogram.
"Tak banyak yang memperhatikan karena kenaikannya pelan, tapi ini bahaya," kata guru besar di Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santoso, saat dihubungi, Kamis, 22 Oktober 2015.
Dengan asumsi tingkat konsumsi tetap pada 110-114 per kapita per tahun, menurut teori ekonomi, kenaikan harga dapat disimpulkan sebagai gejala berkurangnya pasokan. "Ini keputusan yang tidak menyenangkan bagi semua orang. Tapi, kalau memang perlu impor, ya segeralah impor," ucap Dwi, yang pernah menjadi anggota Tim Transisi pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Menurut Dwi, pemerintah harus segera mengambil keputusan. Sebab, selain jarak dengan negara pemasok, yakni Vietnam dan Thailand, cukup jauh, distribusi beras di kepulauan Indonesia perlu waktu. Sementara itu, berlanjutnya cuaca panas akibat El Nino diperkirakan akan mengundur masa tanam padi. Jika begitu, panen bisa saja baru terjadi pada Maret tahun depan. "Pemerintah harus cepat bertindak. Kalau tidak, bisa terjadi krisis pangan," ujarnya.
Apalagi, menurut Dwi, Bulog sudah mengakui bahwa cadangan berasnya terus berkurang. Kemarin, Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti menyatakan saat ini jumlah beras yang tersimpan di gudang-gudang milik Bulog hanya 1,485 juta ton. Dari jumlah itu, jumlah cadangan untuk beras sejahtera (rastra) sekitar 810 ribu ton.
Padahal, tutur Dwi, pemerintah sudah memutuskan akan menggelontorkan rastra ke-13 dan ke-14. Artinya, hingga akhir tahun ini, Bulog masih harus empat kali menggelontorkan rastra yang masing-masing sebanyak 232 ribu ton. Selain menyiapkan stok untuk rastra, Bulog harus menyimpan stok untuk bencana dan persiapan operasi pasar. “Jadi cadangan ini mepet sekali, hampir bisa dikatakan habis,” kata Djarot pada Tempo, Rabu, 21 Oktober 2015.
PINGIT ARIA