TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pembentukan Dewan Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOC) menjadi kesepakatan dalam pertemuan antara Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak pada Minggu, 11 Oktober 2015. Meski dibentuk Indonesia dan Malaysia, sebagai dua produsen sawit terbesar di dunia, Dewan ini tidak ditujukan untuk mengontrol harga dan pasokan sawit.
"CPOC bukan langkah untuk menaikan harga, karena untuk melawan pasar itu bukan suatu yang mudah. Mungkin berjaya di satu hari, tapi long term tidak bisa," kata Menteri Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia Dato Sri Mustapa Mohamed, Selasa, 13 Oktober 2015, di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta. Dia mengatakan itu dalam wawancara khusus dengan empat media, termasuk Tempo.
Mustapa mengatakan Dewan Sawit sama sekali bukan langkah untuk kendalikan harga, tapi berupaya meningkatkan kerja sama di sawit dan untuk memberi manfaat bagi kedua negara, khususnya di bidang perkebunan. Dia berharap kerja sama ini akan memberi imbal balik yang patut bagi petani-petani kecil. Meski tak ditujukan untuk mengendalikan harga, dia mengatakan harga sawit harus berada pada level yang masuk akal antara biaya produksi dan profit margin.
Hal lain yang juga penting diselaraskan dalam kerja sama sawit, kata Mustapa, adalah soal ketentuan penggunaan minyak sawit untuk biodiesel. Indonesia telah memberlakukan biodiesel B15, dan akan meningkatkan dengan B20. Sebaliknya, Malaysia baru menerapkan biodiesel B5 dan baru akan meningkatkan ke B7. "Adanya perbedaan ini harus diselaraskan," kata Mustapa.
Keselarasan yang dimaksudnya adalah terkait sustainable palm oil, serta standard mengenai B15, B20. "Malaysia belum bersedia melaksanakan B15, di Malaysia dimulai B5 dan sekarang B7. Ini memerlukan tindak lanjut dari kedua pemerintah," kata Mustapa.
AMIRULLAH