TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengingatkan para pelaku usaha pengolahan rumput laut untuk tidak menekan petani atau pembudi daya dengan memakai tangan aparat negara.
“Sudah bukan zamannya lagi pengusaha berkolusi memakai aparat, pemerintah, dan alat negara lain untuk membuat praktek bisnis yang tidak sehat. Kita bikin bisnis harus fair,” ucapnya di Jakarta, Jumat, 9 Oktober 2015.
Susi berujar, pengusaha pengolahan semestinya menganggap para petani sebagai komponen penting dalam rantai pasok. Pelaku usaha, tutur dia, dapat menghargai kerja keras petani dengan memberikan harga jual yang layak.
“Pengusaha dan petani harus win-win. Kalau harga jual petani layak, mereka bersemangat memproduksi lebih tinggi lagi,” kata pemilik maskapai Susi Air ini.
Susi menengarai praktek bisnis tidak sehat masih terjadi di industri kelautan dan perikanan. Dia mencontohkan, di Waingapu, Nusa Tenggara Timur, pengusaha membeli rumput laut dari petani memakai jasa tengkulak yang mendapatkan untung terlalu tinggi. “Para tengkulak itu bisa mendapat keuntungan 25 persen dari harga petani,” ujarnya.
Selain itu, dia mengindikasikan adanya larangan bagi pembudi daya untuk menjual rumput laut ke daerah lain kendati menawarkan harga lebih tinggi. “Tidak boleh lagi ada monopoli. Kalau ada yang berani kasih lebih bagus, jangan diatur.”
Pemerintah bersama pengusaha yang tergabung dalam berbagai asosiasi rumput laut telah sepakat menetapkan harga jual rumput laut sekitar Rp 6.000 per kilogram untuk jenis Gracilaria sp dan Rp 8.000 per kg buat jenis Eucheuma cottonii.
“Malah kalau ada pengusaha yang mau beli Rp 1.000 lebih mahal daripada patokan itu, saya janji akan datang pas pembukaan pabrik barunya,” tutur Susi sambil tertawa.
BISNIS