TEMPO.CO, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal tak mengelak jika Pelayanan Terpadu Satu Pintu perizinan investasi yang disiapkan lembaga itu masih jauh dari sempurna. Sebab meskipun sudah berhasil memangkas durasi perizinan, tahapan memproses perizinan masih berbelit seperti yang terjadi pada perizinan sektor listrik.
"Perizinan di kelistrikan ini luar biasa banyaknya, meski sudah disederhanakan, itu belum memuaskan," kata Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Tamba Hutapea di kantornya, Senin, 28 September 2015. Padahal, melalui PTSP pusat izin investasi di bidang kelistrikan yang semula ada 52 jenis izin dan butuh 923 hari atau 2,5 tahun telah disederhanakan 70 persen menjadi 25 jenis izin dan hanya perlu waktu 256 hari.
Tamba menjelaskan masih ada penumpukan tahap perizinan lintas pemerintah pusat dan daerah. Belum lagi tahapan perizinan lintas lembaga dan kementerian yang harus didapatkan.
"Sebelum izin pusat didapatkan, investor harus mendapat izin sementara dari Bupati dulu termasuk Amdal," katanya. Selanjutnya, di tengah-tengah proses tersebut, para investor harus memiliki Surat Izin Pengambilan Air dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Setelah itu, masih ada tahap memenuhi izin Pengusahaan Pariwisata Alam dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Terakhir, investor harus mendapat persetujuan Perusahaan Listrik Negara (PLN) ihwal kesanggupan mengambil alih pembangkit listrik tersebut dan patokan wilayah kewenangan PLN atas berdirinya pembangkit tersebut.
"Kami akan terus benahi, terlebih lagi yang berkaitan dengan debottlenecking perizinan," katanya. Karena itu dirinya berharap pemerintah dan para investor sering bertukar pikiran untuk terus memperbaiki masalah perizinan yang menjadi momok utama bagi investor.
Ekonom dari Universitas Katolik Atmajaya Agustinus Prasetyantoko mengatakan masalah regulasi dan birokrasi sektor investasi harus menjadi fokus pemerintah untuk dibenahi. Investasi, ujarnya, adalah satu-satunya jalan keluar untuk membenahi perekonomian Indonesia yang sedang merosot.
"Investasi pemerintah dan kemudahannya otomatis mendorong perbaikan ekonomi karena timbulnya gairah bagi investor," katanya. Tanpa investasi, imbuhnya, perekonomian Indonesia akan terus jeblok karena faktor eksternal dari Cina dan Amerika Serikat. Terlebih, perlambatan ekonomi dunia itu sangat mempengaruhi perekonomian dan nilai tukar Rupiah yang hampir menembus Rp 15 ribu per Dollar Amerika Serikat.
ANDI RUSLI