SWA.CO.ID, Jakarta - Keadaan kepepet seringkali membuat ide-ide bisnis bermunculan. Itulah yang dirasakan Yasa Singgih. Pemuda berusia 20 tahun ini memulai bisnisnya saat berusia 15 tahun. Ketika itu ayahnya sedang sakit.
“Saya masih SMP saat papa saya terkena penyempitan pembuluh darah dan harus operasi untuk pasang ring. Ayah menolak dioperasi. Sebenarnya dananya ada, tapi dananya untuk kakak saya masuk kuliah dan saya masuk SMA. Lalu saya memutuskan untuk tidak meminta uang jajan lagi,” kenang Yasa seperti dikutip dari Swa.
Awalnya Yasa bekerja serabutan. Menjadi pembawa acara pun pernah ia lakoni. Akhirnya, dia memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis ketika mengenal Tanah Abang.
Pertama kali ke Tanah Abang, Yasa kebingungan. Di Tanah Abang banyak sekali toko, sehingga dia tidak tahu harus berbelanja di toko yang mana. Dengan modal uang tabungan sebesar Rp 700 ribu, Yasa membuat 48 baju bergambar Presiden Soekarno di tempat konveksi milik temannya.
Desainnya dibuat sendiri. Bukan dengan program Photoshop, melainkan dengan program Microsoft Word. “Yang beli cuma dua orang. Satu dibeli Mama karena kasihan sama saya,” kenangnya.
Yasa kemudian memutuskan ke Pasar Tanah Abang untuk meminjam barang dari pedagang-pedagang di sana. Prosesnya tidak mudah, beruntung ada beberapa pedagang yang meminjamkan barang. Yasa lalu mulai memasarkan kaos-kaos buatannya ke teman sekelasnya dan juga melakukan promosi melalui grup BlackBerry Messenger.
Dari situ, Yasa mulai ketagihan berbisnis. Dari satu bulan sekali ke Tanah Abang, menjadi seminggu sekali. Omzet yang dia dapat di usianya ke 17 tahun sudah mencapai Rp 40 juta.
Akhirnya, Yasa memikirkan untuk memulai bisnis baru. Bisnis baru ini diakui Yasa sebagai kesalahan terbesarnya. “Bisnis baju masih saya kerjakan semuanya sendiri, saya udah mau buka usaha baru. Seperti usaha sebelumnya, usaha baru ini hanya modal nekat saja” jelasnya. Yasa membuka sebuah kedai diberi nama “Kedai Ini Teh Kopi” di bilangan Kebon Jeruk.
Rupanya, bisnis Kedai yang menjual beraneka makanan kecil, kopi, dan teh ini tidak berjalan mulus. Di hari pertama pembukaan kedai, kedainya terkena banjir. Di minggu berikutnya, kedainya kemalingan.
Berikutnya, kedainya sepi karena ada penutupan jalan. Melihat kedai pertamanya hampir bangkrut, Yasa memutuskan untuk membuka cabang baru di Mal Ambasador. Namun, cabang barunya ini hanya bertahan 20 hari saja, hingga membuatnya merugi sebesar Rp 120 juta.
Yasa berusaha bangkit dari kerugiannya dengan kembali menjual baju. Dari hasil keuntungan baju, ia membuat brand-nya sendiri yang diberi nama Men’s Republic. Produknya menyasar pria berusia 17-35 tahun di kelas menengah dan menengah bawah.
Di tahun 2014 silam, Men’s Republic mulai berkembang. Produk-produk yang ditawarkan mulai dari baju, sepatu, jaket, dan kaus. Karena menyasar kelas menengah, harga sepatu yang ditawarkan paling mahal sekitar Rp 400–500 ribu.
Saat ini ada 120 reseller Men’s Republic di seluruh Indonesia. Perputaran uangnya mencapai Rp 200-300 juta per bulan. Yasa menjual mereknya ini secara online dan melalui bazar. Seringkali ia dapat masuk ke bazar secara gratis karena brand-nya dianggap sebagai penarik anak-anak muda untuk datang ke bazar.
Promosi yang ia lakukan di sosial media Instagram pun terbilang unik. Ia menyelingi foto-foto produk dengan foto kata-kata bijak. Hal ini dianggapnya dapat menarik perhatian konsumen dan konsumen bisa saling berhubungan dengan brand-nya.
Ketika ingin memulai bisnis, Yasa menyarankan agar mengetahui siapa target market-nya. “Dengan mengetahui target market, dengan mudah kita bisa memasukkan produk yang sesuai dengan target market kita,” ucap Yasa.