TEMPO.CO, Surabaya - Importir garam membantah tudingan Menteri Kordinator Kemaritiman Rizal Ramli ihwal adanya begal impor yang merugikan petani garam. “Kami begal apanya? Kami ini membayar pajak dan kami tidak mematikan petani. Menteri jangan asal omong, jangan asal bicara,” kata General Manager PT Susanti Megah Tonny Winarko saat ditemui Tempo di Surabaya pekan lalu.
Menurut Rizal Ramli, akibat permainan importir yang menyalahgunakan kuota impor garam, garam petani menjadi tidak terserap. Tudingan itu lantas ditanggapi sinis oleh kalangan importir garam.
Tonny mengungkapkan pihaknya melakukan importasi garam industri guna melayani kebutuhan garam bagi industri aneka pangan. Industri aneka pangan membutuhkan garam dengan spesifikasi yang berbeda dengan produksi petani lokal. “Tapi untuk konsumsi industri aneka pangan belum bisa. Sekitar 80 persen bahan baku industri aneka pangan adalah garam. Kalau tidak bagus kualitasnya, cita rasanya bisa berbeda.
Sedangkan garam rakyat hanya cocok untuk konsumsi masyarakat, seperti garam meja. Sehingga pada mulanya PT Susanti Megah ialah perusahaan garam konsumsi beryodium. “Kami berdiri sejak tahun 1978. Dulu garam itu tidak ada harganya dengan visi meningkatkan tingkat kesejahteraan petani garam dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujarnya.
Tonny membantah tudingan rembesan garam impor industri tersebut ke pasar konsumsi masyarakat. Alasannya, mendapatkan kuota impor garam saja sudah sulit. “Kami tidak tahu kalau sampai ada yang merembes, tapi kami jelas tidak (melakukannya). Perusahaan mana yang komitmen dan mana yang tidak, itu akan kelihatan kok,” kata dia.
Izin yang berbelit dan kuota yang sempit, ujar Tonny, membuat importir garam tak main-main dengan izin yang telah diberikan. “Mendapat izin itu sulit, rapatnya berkali-kali di Kemendag maupun Kemenperin. Saking seringnya rapat, kami sampai kehabisan stok garam impor yang akan dipesan,” ujarnya.
Sebaliknya, pihaknya meminta pemerintah pusat agar membuktikan tudingan rembesan garam impor itu. “Pemerintah seharusnya punya tim di lapangan yang mengawasi langsung seperti apa laju garam impor,” kata dia.
PT Susanti Megah tahun ini menyatakan mendapat kuota impor garam industri sebesar 50.000 ton. Dari 50.000 ton garam industri kualitas utama itu, ia mengolahnya untuk menyuplai kurang lebih 25 klien perusahaan aneka pangan.
Kuota itu, kata dia, diberikan oleh pemerintah. Importir juga merencanakan impor garam industri juga atas pertimbangan dan permintaan dari klien-klien pembeli. “Seringkali kuotanya lebih kecil daripada jumlah impor yang kami ajukan,” katanya.
ARTIKA RACHMI FARMITA