TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku usaha properti menyambut baik rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meniadakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk hunian di bawah Rp1 miliar pada 2016. Kebijakan ini dianggap mampu menaikan gairah konsumen dalam membeli rumah.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) DKI Jakarta Amran Nukman menuturkan, saat ini segmen menengah ke atas tengah mengalami tekanan akibat perlambatan perekonomian nasional.
Pertumbuhan penjualan hunian pada semester I/2015 di Ibu Kota Negara awalnya diprediksi mencapai 40%, tetapi kenaikan hanya terjadi sekitar 10% sampai 15%. Adapun permintaan hunian vertikal dengan harga di atas Rp600 juta menurun 40% - 50%.
Menurutnya pasar properti tahun ini akan lebih didorong oleh segmen menengah dengan harga per unit di bawah Rp600 juta, baik untuk apartemen maupun rumah tapak.
Oleh karena itu, asosiasi menyambut baik rencana Pemprov DKI Jakarta yang akan meniadakan PBB untuk hunian dengan harga di bawah Rp1 miliar tahun depan. Hal ini tentunya semakin menarik minat pasar untuk membeli properti.
“Permintaan yang banyak saat ekonomi lesu ialah properti di bawah Rp600 juta, tapi dengan dibebaskannya PBB, harga di bawah Rp1 miliar dapat bertambah pembelinya,” tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Senin (14 September 2015).
Amran menjelaskan, tarif PBB yang dikenakan berbeda-beda di setiap wilayah. Bea PBB juga tidak memengaruhi turunnya harga jual dari pengembang. Namun, beban konsumen setelah membeli properti nantinya akan berkurang, karena sudah tidak ada lagi kewajiban membayar pajak tersebut.
Dia pun berpendapat rencana Pemprov DKI Jakarta menetapkan besaran PBB sampai 2018 dapat menjaga stabilnya harga jual properti. Pasalnya, tahun kemarin Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang menjadi salah satu instrumen perhitungan PBB ada yang naik hingga 200%.
Pada 2014, di Jakarta Selatan, kenaikan NJOP tertinggi sebesar 260% terjadi di area Kencana Permai, Pondok Indah, dari tarif sebelumnya Rp8 juta per m2 menjadi Rp28,8 juta per m2. Sedangkan di Jakarta Pusat, pertumbuhan NJOP tertinggi sekitar 136% terjadi di bilangan Gambir, dari tarif Rp6,6 juta per m2 menjadi Rp15,6 juta per m2.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemprov DKI berencana membebaskan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) untuk bangunan berupa rumah tapak dan rumah susun dengan nilai di bawah Rp1 miliar. Nantinya, kebijakan tersebut tertuang dalam peraturan gubernur (Pergub).
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan kebijakan ini dilakukan untuk meringankan beban perekonomian warga, khususnya mereka yang masuk kategori kelas menengah ke bawah.
Selain membebaskan PBB bagi warga berpenghasilan pas-pasan, Basuki memastikan tidak akan menaikkan PBB-P2 hingga 2018. Namun, peraturan itu tidak berlaku untuk daerah komersial di Ibu Kota.