TEMPO.CO, Makassar - Asosiasi Perusahaan Taksi (Apetasi) Sulawesi Selatan mendesak Dinas Perhubungan Makassar merazia taksi liar yang makin marak di Makassar. "Taksi liar makin banyak beroperasi, merugikan daerah karena tak bayar pajak," kata Ketua Apetasi Sulawesi Selatan Burhanuddin di kantornya, kemarin.
Burhanuddin mengatakan kasus pemukulan sopir taksi Putra oleh sopir taksi liar di depan Mal Panakkukang, Ahad, 23 Agustus 2015, adalah bukti makin maraknya taksi liar. "Mereka bahkan berani berebut penumpang dengan taksi resmi yang berbadan usaha."
Menurut Burhanuddin, maraknya taksi liar yang beroperasi di Makassar justru membuat persaingan tak sehat. Taksi liar itu milik perorangan dan tidak dikenai pajak karena tak memiliki badan usaha. Ciri-cirinya, menggunakan sedan, memasang mahkota bertuliskan taksi di atap mobil, namun tidak mencantumkan nama perusahaan taksi pada bodi mobil.
Taksi liar juga disebut membuat persaingan tak sehat dengan taksi resmi. "Taksi liar tak bisa dibiarkan terus bertambah," kata Burhanuddin.
Jumlah perusahaan taksi resmi di Sulawesi Selatan sebanyak 15 perusahaan yang mengelola sekitar 2.500 unit taksi. Selebihnya ilegal.
Manajer Operasional Taksi Putra Makassar Daniel mengatakan, maraknya taksi liar tak boleh dibiarkan, harus ditertibkan. "Yang berwenang Dinas Perhubungan setempat," katanya.
Taksi liar membuat persaingan tak sehat dan merusak citra transportasi taksi karena beroperasi secara ilegal. "Taksi liar tak memberi kontribusi pajak ke pemerintah," ujar Daniel.
Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Makassar Andi Faisal berjanji akan merazia. "Taksi liar itu jelas melanggar aturan lalu lintas angkutan jalan," katanya.
Ia meminta pemilik taksi liar membentuk perusahaan taksi untuk mengoperasikan armadanya. "Urus izin taksi, itu lebih baik, daripada beroperasi ilegal." Ia mengancam akan menahan armada taksi liar yang tetap beroperasi di wilayah Makassar.
INDRA OY