TEMPO.CO, Jakarta - Keluarnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2015 tentang pengendalian pengoperasian pesawat tanpa awak (drone), Selasa, 28 Juli 2015, dinilai kurang sosialisasi dan terburu-buru. Banyak pemilik drone mempertanyakan teknis pengendalian lalu lintas drone.
“Banyak dari mereka (pemilik drone) mengeluhkan proses perizinan menerbangkan drone,” ujar juru bicara Asosiasi Pilot Drone Indonesia, Evi Arbay, ketika dihubungi, Rabu, 29 Juli 2015. Pengusaha, dia menambahkan, cukup kaget dengan pemberlakuan peraturan ini.
Menurut peraturan baru ini, pilot drone tanpa terkecuali tak boleh terbang lebih dari 150 meter, kecuali drone milik pemerintah. Pun, jika ingin terbang tinggi, para pemilik drone non-pemerintah harus mengurus izin terbang di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.
Hingga kini, menurut Evi, para pilot drone beranggapan tak perlu adanya izin untuk menerbangkan drone guna pemotretan, perfilman, dan pemetaan. Syaratnya, penerbangan itu dilakukan di wilayah yang tidak secara khusus mensyaratkan suatu perizinan (daerah khusus).
Asosiasi, ujar dia, mengharapkan adanya sosialisasi lebih lanjut ihwal peraturan menteri tersebut, khususnya kemudahan perizinan. “Kami siap bekerja sama memberikan masukan,” kata Evi.
Kepala Pusat Komunikasi Kementerian J.A. Bharata mengatakan peraturan ini dibuat untuk mengendalikan dan menertibkan lalu lintas udara. “Semua yang terbang di wilayah Indonesia harus kami atur,” tuturnya ketika dihubungi.
Bharata tak menampik jika peraturan menteri ini kurang sosialisasi, terlebih soal kemudahan proses perizinan dari segi administrasi dan lokasi. “Sembari jalan, nanti akan terus dibenahi,” ucapnya.
ANDI RUSLI