TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro enggan mendebat alasan pemberhentian dirinya sebagai bos perusahaan pelat merah yang bergerak pada bidang agroindustri, farmasi, dan perdagangan itu.
Ismed mengaku banyak hal yang bisa dia bantah dan lawan soal alasan pemegang saham atau Menteri BUMN Rini Soemarno memberhentikan dirinya sebagai bos RNI sejak kemarin, Selasa, 5 Mei 2015. "Katanya sih soal kinerja. Tapi saya tak mau perdebatkan lagi," kata Ismed saat dihubungi Tempo, Rabu, 6 Mei 2015.
Ismed mempertanyakan klaim pemegang saham yang menyebutkan pemberhentian dia karena buruknya kinerja perusahaan. Kerugian RNI tahun lalu yang mencapai Rp 200 miliar diklaim bukan karena salah manajemen, tapi kebijakan pemerintah yang membiarkan impor gula rafinasi. "Pemberhentian saya ini ada faktor X-nya. Saya masih punya hak membela, tapi nanti kesannya mencari jabatan," tutur Ismed.
Tahun lalu, kata Ismed, Indonesia diserbu gula rafinasi impor yang harganya di bawah Rp 8.000 per kilogram. Akibatnya, gula milik RNI tak laku. Padahal 60 persen kinerja RNI ditopang oleh gula. "Semua pabrik gula dan petani gula juga merugi tahun lalu. Coba dicek," ucap Ismed.
Tahun lalu RNI mencatat kerugian Rp 200 miliar. Angka itu anjlok jauh dibanding kinerja perusahaan pada 2013 yang mencatat laba komprehensif tahun berjalan sebanyak RP 33,242 miliar. Pada tahun pertama kepemimpinan Ismed, atau tahun 2012, RNI membukukan laba bersih sebesar Rp 270,32 miliar atau naik signifikan dibanding tahun 2011 ketika RNI mencetak rugi sebesar Rp 68,45 miliar.
Ismed baru menjabat selama tiga tahun dua bulan sejak pertama kali ditunjuk menjadi bos RNI oleh mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan pada awal 2012. Seharusnya masa jabatan Ismed berakhir pada 2017. Pemberhentian Ismed berlaku efektif sejak kemarin, Selasa, 5 Mei 2015.
KHAIRUL ANAM