TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan nasib izin usaha PT Pusaka Benjina Resource akan diputuskan jam 15.00 nanti, Rabu, 22 April 2015. Badan Koordinasi Penanaman Modal mengundang semua pihak membicarakan nasib surat izin usaha PT. PBR.
"Kalau mencabut SIUP itu terjadi, keseluruhan aktivitas Benjina akan dihentikan," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarif Widjaja di kantornya, Jakarta, Rabu, 22 April 2015. Sebelumnya, kata Sjarif, Menteri KKP Susi Pudjiastuti sudah mengusulkan kepada BKPM agar mencabut izin usaha Benjina.
Pencabutan itu diperlukan karena berdasarkan analisa dan evaluasi operasi kapal eks asing, Benjina diduga melakukan kasus perbudakan. Perusahaan yang dimodali oleh pengusaha Thailand itu dinilai juga tak mematuhi peraturan. "Sebelumnya kami juga sudah usul ke BKPM untuk menginvestigasi kelayakan operasi dan kepatuhan pemilik modal Benjina," kata Sjarif.
Sementara dalam perkembangan terakhir penanganan ABK non Thailand yang diduga korban perbudakan Benjina, sampai 11 April 2015, tercatat ada 47 warga Myanmar, 30 warga Kamboja, dan 8 warga Laos yang menjadi korban perdagangan manusia. Satu warga dari Kamboja bukan sebagai korban perdagangan manusia.
Adapun sebanyak 234 warga Myanmar dan 27 warga Kamboja belum diverifikasi statusnya oleh International Organization for Migration. Saat ini, total ada 354 anak buah kapal non Thailand yang berasal dari Kamboja, Myanmar, dan Laos.
Mereka diduga korban perbudakan Benjina. Semuanya masih berada di penampungan Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual, Maluku. Kemampuan keuangan Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tual diperkirakan hanya sanggup mendukung akomodasi para ABK tersebut sampai dua hari ke depan.
KHAIRUL ANAM