TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih memeriksa atau mengaudit kinerja ihwal payment gateway yang terjadi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2014 yang dibacakan Ketua BPK Harry Azhar Azis penerapan pembayaran paspor secara elektronik atau payment gateway telah mengabaikan risiko hukum.
Menurut Harry, pemilihan vendor payment gateway dilakukan pada saat tim E-Kemenkumham belum memiliki kewenangan. "Selain itu rekening bank untuk menampung PNBP (penerimaan negara bukan pajak) tidak memiliki izin dari Menteri Keuangan," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 7 April 2015.
Tapi secara umum, kata Harry, BPK menilai Ditjen Imigrasi Kemenkumham telah cukup efektif dalam pelayanan paspor dan telah melakukan perbaikan dengan penerapan sistem pelayanan paspor terpadu. "Masyarakat menjadi lebih nyaman dan puas dalam pengurusan paspor."
Anggota BPK, Moermahadi Soerja Djanegara, mengatakan kerugian negara dari proyek paspor elektronik ini masih dalam proses pemeriksaan. "Prosesnya masih jalan jadi tidak bisa disampaikan sekarang," ucap Moermahadi.
Dia menyatakan tidak mengetahui aturan hukum yang dilanggar oleh tim E-Kumenkumham. Namun untuk proses pemeriksaannya diperkirakan rampung pada 19 April nanti.
Temuan BPK ini yang diklaim pihak Markas Besar Kepolisian RI menjadi alasan awal menetapkan berkas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana sebagai tersangka proyek pengadaan paspor elektronik itu. Sejumlah aktivis dan tokoh antikorupsi menilai penetapan Denny tersangka dalam kasus itu sebagai bentuk rekayasa polisi karena Denny kerap lantang menyuarakan penolakan Komisaris Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Belakangan, Budi dibatalkan pelantikannya.
ADITYA BUDIMAN