TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Andha Miraza akan membentuk tim investigasi mengusut dugaan suap terhadap petugas Kementerian Kelautan dalam kasus perbudakan PT Pusaka Benjina Resource di Kepulauan Aru, Maluku. "Paling lambat besok, tim sudah ke Tual, Maluku," kata Andha di kantornya, Jakarta, Selasa, 7 April 2015.
Menurut Andha, tim itu akan mendalami dan menginvestigasi pengakuan Direktur PT PBR Hermanwir Martino, yang menyebutkan ia rutin menyuap petugas pengawas di Benjina Rp 37 juta per bulan. Duit itu salah satunya mengalir ke Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan sebagai pelicin dan pengaman izin pelayaran kapal milik PT Pusaka Benjina.
Investigasi ini ingin membuktikan kebenaran tudingan petugas Kementerian yang menerima suap dari perusahaan itu. Bila suap juga mengalir ke petugas dari lembaga lain, Inspektorat KKP akan meneruskannya ke inspektorat lembaga yang bersangkutan sambil mengirim tebusannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. "Apakah kasus ini mau diteruskan ke penegak hukum atau disiplin pegawai saja," ucap Andha.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Asep Burhanuddin membenarkan praktek suap yang terjadi di perairan Indonesia bagian timur, khususnya Benjina. Menurut Asep, suap tak hanya mengalir ke petugas Kementerian Kelautan, tapi juga ke institusi lain seperti aparat keamanan dan pegawai pemerintah daerah.
Dugaan perbudakan yang dilakukan oleh PBR sebagai hulu suap-menyuap ini sendiri mulai mencuat setelah keluar laporan investigasi dari Associated Press pada 25 Maret lalu. Satgas Anti-Illegal Fishing telah meninjau lokasi operasi PT Pusaka Benjina di Benjina dan kini sedang memproses pemulangan ratusan anak buah kapal yang berasal dari Myanmar, Laos, dan Kamboja ke negara asal mereka masing-masing.
KHAIRUL ANAM