TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Maskapai Internasional (IATA) menilai Indonesia tidak memiliki rencana induk penerbangan nasional. Kondisi itu tidak sebanding dengan potensi kawasan yang diprediksi menjadi industri penerbangan terbesar keenam di dunia dengan jumlah penumpang 270 juta per tahun.
Potensi penumpang sebanyak itu tiga kali lipat dari angka sekarang untuk 2034. "Saya harap Indonesia bisa mulai membangun elemen-elemen sebagai bagian perencanaan dan sepakat bekerja sama mengurainya," kata Direktur Umum dan CEO IATA Tony Tyler di Jakarta, Kamis, 12 Maret 2015.
Tyler menyoroti tiga masalah utama penerbangan sipil Indonesia, yaitu keselamatan, kapasitas, dan regulasi. Momok ini, menurut Tyler, terlihat dari insiden kecelakaan pesawat di Indonesia terjadi hampir setiap tahun sejak 2010.
Peristiwa ini dianggap Tyler tidak mengejutkan jika dilihat dari hasil penilaian Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) bahwa penerbangan sipil Indonesia di bawah standar global dan masih di level dua. Level ini berdasarkan penilaian Regulator Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA). "Ada masalah keselamatan di sini."
Kapasitas udara juga disoroti Tyler sebagai salah satu prioritas yang harus dicarikan jalan keluarnya. Menurut Tyler, kendati Indonesia membangun bandar udara internasional dengan standar global, memperbaiki pengaturan slot terbang, hingga memodernisasi manajemen lalu lintas udara, belum seimbang dengan lalu lintas pesawat. Padahal lalu lintas udara mendatang bakal lebih padat. "Banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan," ujarnya.
Adapun soal regulasi, kata Tyler, pemerintah harus konsisten dengan standar global. Dia menilai sejumlah regulasi baru di era Menteri Perhubungan Ignasius Jonan justru kontraproduktif. Misalnya penerapan tarif batas atas dan bawah yang seharusnya dilepas ke mekanisme pasar, penutupan loket bandara, dan pemeriksaan dobel buat kargo. "Regulasi seharusnya lebih cerdas," katanya.
Agar persoalan tersebut terpecahkan, menurut Tyler, pemerintah harus mengajak industri penerbangan untuk duduk bersama membahasnya. Tujuannya agar regulasi penerbangan sipil tetap mempertimbangkan untung-rugi dan konsisten dengan standar global.
KHAIRUL ANAM