TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah masih belum yakin seratus persen memberikan hak pengelolaan dan saham mayoritas Blok Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara kepada PT Pertamina. Pada pertemuan lima menteri yang berlangsung Sabtu, 7 Maret 2015 di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pemerintah memberikan tiga syarat ketat kepada perusahaan plat merah itu.
"Pertama, kami minta Pertamina memberi jaminan bahwa produksi gas di Blok Mahakam tidak turun setelah diambil alih," kata Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil usai menghadiri rapat bersama lima menteri. Kedua, pemerintah meminta proses pengalihan pengelolaan ini tak mempengaruhi pendapatan negara.
"Ketiga kami meminta Pertamina menemui Total E&P untuk membahas masalah transfer teknologi selama masa transisi peralihan," ujar Sofyan yang rapat bersama Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo, Menteri BUMN Rini Soemarmo, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, dan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, Ikut hadir dalam rapat itu petinggi Pertamina.
Nasib pengelolaan blok dengan cadangan gas terbesar di Indonesia itu memang harus segera ditentukan. Dalam dua tahun ke depan, kontrak pengelolaan blok yang separuh sahamnya dikuasai perusahaan migas Prancis Total E&P, akan selesai. Selain Total, saham lain dikuasai Jepang Inpex Corporation. Pertamina diproyeksikan mengambil alih saham milik Total dan bisa beroperasi pada 2018.
Dalam rapat tersebut Pertamina mempresentasikan rencananya di Blok Mahakam. "Setelah mendengar uraian mereka, kami anggap mereka mampu," kata Sofyan. Meski demikian Sofyan menegaskan, pemerintah belum menetapkan berapa persen jumlah saham yang akan dimiliki Pertamina. "Yang pasti mayoritas," ujarnya. Soal ini, kata dia, akan dibahas bersama Presiden dalam rapat kabinet. "Soal siapa lagi yang dapat sisa sahamnya juga belum dibahas."
PRAGA UTAMA