TEMPO.CO, Surabaya - Kementerian Perindustrian Jerman melalui pusat inovasi rotan Jerman Innovationszentrum Lichtenfels (IZL) menggandeng empat kampus untuk mempromosikan rotan Indonesia. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Universitas Surabaya (Ubaya), UK Petra, dan Institut Teknologi Bandung (ITB) berkolaborasi menciptakan desain furnitur modern.
“Januari 2016 kami akan mengadakan pameran di Cologne, Jerman untuk mempromosikan rotan,” kata Jan Armgardt, pakar desain rotan asal Hochschule Aachen Fachbereich Design, kepada Tempo di Ubaya, Senin, 17 November 2014. Selain kampus, Jerman juga bekerja sama dengan pusat rancangan rotan di Palu dan perusahaan yang berlokasi di Cirebon di bawah Kementerian Perindustrian. (Baca: Di Forum Lanjutan APEC, Jokowi Kupas Tiga Program)
Jan mengakui bisnis furnitur di Eropa sedang lesu karena menurunnya perekonomian global. Namun ia optimistis kerja sama desain dengan mahasiswa Indonesia dapat mendongkrak citra rotan sebagai produk yang ramah lingkungan dan menjadi bagian dari gaya hidup. Selama setahun, mereka akan mendapatkan supervisi langsung dari IZL dan Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK). “Desain baru harus modern, dikombinasikan dengan material lain seperti besi dan bambo.”
Pameran di Cologne rencananya akan memamerkan berbagai produk furniture kreasi 20 institusi, perusahaan, dan universitas. Sebagai pusat pasar furniture Eropa, rotan popular di sana sejak 1800-an. Jan sendiri terpikat meneliti rotan sejak 30 tahun yang lalu. “Rotan perlu dipromosikan sebagai material alternatif yang murah dengan desain yang cocok untuk pangsa premium.” Di samping ringan, rotan memberikan atmosfer teduh pada interior ruangan.
Dosen Desain Manajemen Produk Ubaya Kumara Sadana Putra mengatakan keenam mahasiswanya akan mengikuti workshop hingga November 2015. “Sekitar satu tahun mereka bikin prototype untuk dipamerkan di Jerman.”
Pameran dan workshop itu dilakukan untuk mengembalikan citra Indonesia. Rotan, kata Manajer Program PUPUK Santi N. Susanti, masih mendapat stigma negatif oleh pasar Eropa. Mereka menganggap rotan produksi Indonesia merusak lingkungan. “Kali ini kami ingin mempromosikan bahwa dengan budi daya rotan Indonesia memberdayakan hutan karena bukan rotan yang hidup di alam liar.” Tujuannya agar bisnis tetap berlanjut dan turut menjaga kelestarian hutan. (Baca: Perajin Tuding Ada Permainan Bahan Baku Rotan)
ARTIKA RACHMI FARMITA
Terpopuler